Sosok yang Menunggu di Stasiun
August 15, 2024
Di suatu malam yang dingin, hujan turun rintik-rintik di sekitar Stasiun Senja. Lampu-lampu temaram berpendar di rel yang basah, menciptakan suasana magis di tengah keheningan. Penumpang-penumpang, yang entah dari mana datang dan ke mana pergi, berlari mencari tempat berteduh di dalam ruang tunggu yang sederhana. Namun, di ujung ruangan, terdapat satu sosok yang berbeda dari yang lainnya.
Sosok itu mengenakan mantel hitam panjang dan topi fedora, wajahnya tersembunyi di balik bayangan. Ia duduk di kursi tunggu yang sudah usang, matanya tertuju ke jam dinding yang berdetak lambat. Tak ada tanda-tanda kedinginan di wajahnya; sebaliknya, ada kehangatan dalam tatapannya yang penuh harapan. Penumpang yang lewat kadang mencuri pandang, tetapi sekejap kemudian bergegas pergi, seolah ia adalah hanya sekadar bayang-bayang di sudut Kegelapan.
Malam semakin larut, dan suara kereta yang mendekat menggema di seluruh stasiun. Penumpang-penumpang berkumpul, menanti kereta yang membawa mereka pulang. Namun, sosok itu tetap duduk, tak goyah oleh hiruk-pikuk di sekitarnya. Beberapa orang mulai bertanya-tanya siapa ia, ada apa di dalam hati dan pikirannya yang terasa begitu tenang di tengah kebisingan.
Seorang gadis kecil, yang terpisah dari ibunya karena keramaian, tanpa rasa takut menghampiri sosok itu. “Kenapa Anda menunggu di sini?” tanyanya polos. Sosok itu tersenyum lembut, dan dengan suara yang dalam, ia menjawab, “Aku menunggu seseorang yang sangat penting. Seseorang yang mungkin tak akan pernah datang, tetapi harapan selalu membuatku bertahan.”
Gadis itu terdiam, tetapi dalam matanya, sosok itu tampak bagai pahlawan dalam kisah dongeng. Dengan keberanian, ia bertanya lagi, “Apa yang akan Anda lakukan jika orang itu tiba?” Sosok itu menatapnya, seolah mengingat kenangan yang teramat dalam, “Aku akan mengucapkan selamat datang dan terima kasih telah kembali.”
Kereta pertama tiba, mengeluarkan desisan dan suara berderak. Para penumpang berkumpul, saling dorong untuk segera masuk. Sosok itu tetap duduk tenang, meski keramaian mengelilinginya. Gadis kecil itu menatapnya sejenak, lalu lari untuk bergabung dengan orang tuanya yang telah menemukannya.
Ketika kereta mulai berangkat, sosok itu memandangi rel yang memanjang ke arah gelap. Suara derap kereta perlahan mereda, meninggalkan dia kembali dalam kesunyian. Malam semakin dalam, dan lampu-lampu stasiun mulai padam satu per satu.
Dan walaupun sosok itu terkadang menyentuh kenangan sedih, hatinya tetap menyimpan kebahagiaan tak tertandingi. Dalam dekapan harapan, ia pun melanjutkan menunggu, karena yang paling penting bukanlah kapan seseorang itu akan tiba, melainkan cinta yang abadi, tak tergantikan meski jarak memisahkan.
Dalam keheningan, dia adalah sosok yang tak tergoyahkan di stasiun, menunggu dengan penuh cinta dan pengertian.
—
**Deskripsi Gambar untuk Artikel:**
Gambar menunjukkan seorang pria berpakaian mantel hitam dan topi fedora, duduk sendirian di kursi tunggu Stasiun Senja dalam suasana malam yang hujan. Di sekitarnya, lampu-lampu stasiun berpendar redup, menciptakan bayangan misterius. Di ujung gambar, terlihat kereta mendekat dengan derap suara yang menambah nuansa, sementara seorang gadis kecil dengan ekspresi penasaran melangkah menghampiri sosok itu.