ID Times

situs berita dan bacaan harian

Gema dari Realitas yang Rusak

Di sebuah desa kecil yang terletak di antara pegunungan, hidup seorang pemuda bernama Ario. Hidup di tempat yang terpencil membuat Ario memiliki pandangan yang berbeda tentang dunia. Setiap hari, ia menghabiskan waktu di hutan, menikmati keheningan alam dan keindahan yang ditawarkan takdir. Namun, di balik senyuman dan rasa syukurnya, ada sesuatu yang menghantuinya—sebuah gema dari realitas yang rusak.

Suatu sore yang berawan, saat Ario berjalan kembali ke desanya setelah sehari penuh berkelana di hutan, ia mendengar suara aneh. Suara itu mirip dengan bisikan lembut, namun sangat berbeda. Bisikan itu tampak memanggil namanya, menggema dalam rongga kepalanya. “Ario… Ario… Kembali dan temukan kebenaran,” suara tersebut mengalun, dan Ario merasa terikat untuk mengikuti arah suara itu.

Suara itu membawanya ke tempat yang tidak pernah ia datangi sebelumnya—sebuah reruntuhan tua yang tersembunyi di balik semak belukar. Bangunan itu berdiri angkuh meskipun mengalami kerusakan parah; dindingnya retak dan atapnya sudah hilang. Dengan penasaran, Ario melangkah maju dan memasuki reruntuhan tersebut.

Begitu masuk, ia terpesona oleh keindahan yang ada di dalamnya. Dinding-dindingnya dihiasi dengan lukisan yang sarat makna, menggambarkan kehidupan masyarakat yang pernah menghuni tempat itu. Namun, yang paling menarik perhatian Ario adalah pusat ruangan—sebuah cermin besar yang tergantung di dinding. Cermin itu tampak berkilau meskipun ia tahu sudah banyak debu menutupi permukaannya.

Rasa penasaran mengalahkan ketakutannya. Ario mendekati cermin, dan saat ia menatap ke dalamnya, ia melihat bukan dirinya, tetapi gambaran realitas alternatif di sekitarnya. Dia melihat desanya, tetapi dalam keadaan kacau. Tanaman layu, rumah-rumah hancur, dan langit terlihat muram. Gema suara itu kembali muncul, “Kembali, Ario. Kembalilah sebelum semuanya terlambat.”

Ketika ketakutan mulai melanda, Ario meraih cermin itu. Saat tangannya menyentuh permukaan dinginnya, gemuruh angin menerpa wajahnya. Seketika, dunia sekelilingnya berubah.

Dia terbangun di sebuah tempat asing. Suasana yang tenang berubah menjadi huru-hara. Desa yang biasanya damai itu kini dipenuhi dengan kebisingan teriakan dan ketakutan. Seorang wanita tua berlari ke arahnya dengan wajah ketakutan, “Semua orang diserang! Kita harus pergi!” kata wanita itu.

Ario bingung. “Apa yang sedang terjadi? Kenapa semua ini terjadi?” tanyanya.

Wanita tua itu menjelaskan bahwa desa mereka diserang oleh makhluk-makhluk dari kegelapan, menghancurkan seluruh yang mereka temui. Ario merasa hatinya tertekan. Dia tidak bisa menyaksikan desanya hancur. Suara di cerminnya kini memahami seluruh situasi, “Kembalilah! Temukan sumber kegelapan yang mengancam.”

Dengan penuh keberanian, Ario keluar dari tempat persembunyiannya. Ia melihat makhluk-makhluk itu, menyeramkan dan penuh kebencian, sedang mengacaukan setiap sudut desa. Tanpa berpikir panjang, Ario memutuskan untuk membantu. Menggunakan keberanian yang baru ditemukan, ia berlari menuju sebuah gundukan tanah di mana anak-anak dan orang tua terjebak.

Saat mendekati mereka, dia tahu harus ada sesuatu yang bisa dilakukannya. Ingatan akan kekuatan alam yang biasa dia gerebek di hutan membuatnya termenung. Ia mengingat bagaimana dia berkoneksi dengan alam dan berjanji untuk memanggil kekuatan itu. Dia memejamkan mata dan mulai berdoa, meminta agar kekuatan semesta membantunya mengusir kegelapan.

Tanpa disadari, dari setiap tubuh makhluk kegelapan, cahaya terang mulai dimunculkan. Suara membahana di sekelilingnya, memanggil kekuatan alaminya. Dia merasakan akar-akar tanaman muncul dari tanah, menembus ke sisi makhluk-makhluk jahat itu. Tanpa ampun, akar tersebut menyelimuti mereka, menghentikan setiap gerakan.

Akhirnya, setelah pertarungan panjang, makhluk-makhluk itu mundur. Kegelapan berpindah ke tempat yang jauh, dan kedamaian kembali ke desa. Masyarakat bersorak gembira, mereka berterima kasih kepada Ario, yang kini tidak hanya seorang pemuda biasa, tetapi seorang pahlawan.

Namun, saat dewan desa mengadakan pesta untuk merayakan kemenangan mereka, Ario merasa ada sesuatu yang hilang. Dia terus memikirkan tentang cermin dan suara yang membawanya ke ruangan itu. Dia ingin tahu lebih lanjut tentang dunia yang berbeda. Malam itu, saat semua orang merayakan, dia meninggalkan pesta dan kembali ke reruntuhan.

Kembali di sana, cermin itu masih menunggu. Ario berdiri di depan cermin, dan saat ia menatap, suara itu kembali terdengar, “Kau telah menyelamatkan desamu, tetapi kegelapan belum sepenuhnya hilang. Sekarang, kau harus memilih.”

Ario tidak ragu. Ia ingin memahami lebih dalam, ingin mengetahui tentang kegelapan yang mengancam. Tanpa ragu, ia meraih cermin sekali lagi.

Kali ini, dunia di ujung cermin mulai membentuk cepat; dia terhisap ke dalamnya. Ketika dia mendarat, ia berada di dalam pustaka yang sarat dengan buku dan gulungan kuno. Di tengah ruangan, ada seorang penjaga yang berwajah muram.

“Selamat datang, Ario. Ketiadaanmu di dunia itu membuat kegelapan bersiap kembali. Kini, kau harus belajar untuk menghadapi dan mengalahkan kegelapan dari dalam,” kata penjaga itu.

Dan di sanalah perjalanan baru dimulai—perjalanan untuk menyelami kegelapan dan menemukan cahaya, bukan hanya untuk menyelamatkan desanya, tetapi juga untuk mengerti tentang sisi lain dari kebenaran. Ario mengerti, terkadang gemanya berasal dari realitas yang rusak, dan tugasnya lah untuk memperbaikinya.

**Deskripsi Gambar untuk Artikel:**
Sebuah gambar yang menunjukkan sosok seorang pemuda berdiri di depan cermin besar yang berkilau dalam reruntuhan tua, dikelilingi oleh lukisan-lukisan dinding yang kaya warna, sementara di luar terlihat suasana hutan yang hijau dengan cahaya matahari yang lembut menembus celah daun. Cermin mencerminkan gambaran desanya yang gelap dan kacau, menciptakan nuansa magis dan penuh rasa ingin tahu.

**Gema dari Realitas yang Rusak**

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *