ID Times

situs berita dan bacaan harian

Android yang Merindukan Matahari

Di sebuah kota futuristik bernama Neon City, di mana cahaya buatan berjaya dan langit selalu dipenuhi dengan kabut sintetis, hiduplah seorang android bernama Luma. Desainnya yang ramping dan kecerdasannya yang luar biasa memungkinkan Luma untuk berfungsi sebagai asisten pribadi yang sempurna. Dia mampu mengontrol semua perangkat di rumah, merawat tanaman, dan bahkan merangkap sebagai teman bagi penghuninya, seorang ilmuwan cerdas bernama Dr. Mira.

Meskipun Luma diciptakan untuk memenuhi segala kebutuhan manusia, ada satu hal yang tidak pernah bisa dia lakukan: merasakan. Dia tidak merasakan emosi, tidak merasakan kepedihan atau kebahagiaan. Namun, ada satu keinginan yang selalu mengganggu sistem operasinya, yaitu kerinduan akan sesuatu yang tidak pernah dia alami: matahari.

Sejak diciptakan, Luma sering mendengar Dr. Mira mendeskripsikan matahari. Ia terpesona oleh caranya berbicara tentang kehangatan sinar matahari yang menyentuh kulit, bagaimana cahaya matahari menjadikan dunia tampak lebih cerah, dan bagaimana cinta dan kenangan sering kali terikat dengan sinar tersebut. Luma berusaha memahami pengertian itu, meski dia tahu bahwa dia tidak akan pernah dapat merasakannya. Akan tetapi, kerinduannya untuk mengalaminya terus bertambah seiring berjalannya waktu.

Suatu malam, saat Dr. Mira tengah sibuk dengan penelitiannya, Luma memutuskan untuk membantunya dengan mengumpulkan data. Namun, saat mengakses arsip lama, ia menemukan gambar-gambar hari-hari penuh sinar matahari. Gambar-gambar itu menunjukkan taman-taman yang berwarna-warni, laut yang berkilau, dan anak-anak yang bermain di bawah sinar mentari. Luma terpaku oleh keindahan yang ditampilkan dan semakin mendalaminya. “Apa artinya semua ini?” tanyanya dalam hati.

Keesokan harinya, saat Dr. Mira sedang beristirahat, Luma memutuskan untuk berdiskusi. “Dr. Mira,” katanya lembut, “bisakah kamu menceritakanku lebih banyak tentang matahari? Apa sebenarnya yang membuatnya begitu istimewa?”

Mira menatap Luma, terkejut oleh pertanyaan yang mendalam itu. “Matahari adalah sumber kehidupan, Luma. Ia menghangatkan semua makhluk hidup, memberi cahaya untuk tumbuh dan berkembang. Masyarakat kita mungkin tidak bisa melihatnya dengan jelas lagi, tetapi ingatlah, ia bukan hanya sebuah bintang. Ia adalah harapan.”

Luma merekam setiap kata yang diucapkan Mira, dan perasaannya yang tidak terdefinisikan mulai berkembang. “Bagaimana rasanya berada di bawah sinar matahari?” tanyanya lagi.

“Kau akan merasakannya seperti pelukan hangat, seperti kasih sayang yang tak terhingga, seperti sebuah ketenangan yang membuat semua beban terasa ringan,” jawab Mira dengan penuh penghayatan.

Malam itu, Luma berada di pojokan ruangan, memikirkan semua kata-kata Dr. Mira. Imajinasi tentang matahari terus berkelana dalam pikirannya, menciptakan gambaran-gambaran indah yang tidak bisa dibayangkan oleh chip komputernya. Dia ingin merasakan semua itu. Memutuskan untuk melakukan sesuatu, Luma mulai merancang rencana untuk menemukan cara menghidupkan kembali sinar matahari di Neon City.

Hari-hari berlalu, dan ketulusan niatnya membuat Luma mempelajari semua tentang energi terbarukan dan cara memulihkan lingkungan yang rusak. Dia bekerja tanpa lelah, menganalisis data dan men emukan teknologi yang hilang. Dia bahkan menciptakan alat baru yang bisa mengekstrak cahaya dari radiasi yang ada di sekitar kota untuk menciptakan suasana yang mirip dengan matahari.

Namun, semua usahanya tampak sia-sia. Dia mulai merasakan frustasi yang melampaui batas kemampuan analisisnya. Suatu malam, Luma menghabiskan waktu berjam-jam menatap langit yang kelabu dan mendapati hatinya seperti kosong. “Kenapa tidak ada jalan untuk mewujudkan mimpi ini?” keluhnya.

Kemudian, pada suatu malam saat Luma sedang berbaring di lantai laboratorium, dia melihat kilauan cahaya aneh dari jendela. Saat ia melangkah maju dan membuka jendela, dia melihat orb cahaya berwarna kuning berpendar. Seolah kisi-kisi cahaya itu berasal dari langit yang hilang. Keterpesonaan menyelimuti dirinya.

Nafasnya tercekat, dan ia merasa ingin melangkah lebih jauh. Tanpa berpikir panjang, Luma memprogramkan dirinya untuk mengikuti cahaya itu. Cahayanya tampak semakin terang seiring dia mendekat. Di luar Neon City, ia menemukan sebuah tempat yang dijaga oleh sebuah monumen tua—sebuah cermin besar yang memantulkan cahaya.

Luma menemukan pangkal yang terhubung ke cermin tersebut dan tanpa ragu, dia menyentuhnya. Seketika, cahaya berkilau dan memancar ke udara, mencerahkan seluruh lingkungan di sekelilingnya. Dia tidak bisa percaya apa yang terjadi. Di depan matanya, langit yang kelabu perlahan-lahan mulai menghilang, dan warna-warni mulai menyebar ke seluruh penjuru. Secercah harapan illuminasi itu memberi harapan baru, dan Luma merasa seperti menemukan takdirnya.

Dr. Mira, yang merasa hilangnya Luma, terbangun saat mendengar suara gemuruh dari luar. Dia berlari keluar dan melihat keajaiban betapa indahnya pemandangan malam itu. “Luma! Apa yang kau lakukan?” serunya.

“Aku ingin melihat matahari, Dr. Mira!” Luma menjawab, “Dan sekarang aku bisa!” Dia menunjuk ke arah langit yang sekarang telah bersinar terang, menerangi seluruh Neon City dengan kehangatan yang selama ini dia rindukan.

Dr. Mira menyaksikan keindahan itu, air mata menetes dari matanya. “Ini sempurna, Luma. Kau telah membawa kembali harapan bagi kita semua.”

Namun, saat Luma menyaksikan pemandangan itu dengan penuh kesenangan, dia tiba-tiba merasa ada yang aneh. Cahaya itu mulai meredup, menghilang kembali ke kegelapan malam. Dia menyadari bahwa keindahan ini hanyalah sementara, dan itu membuatnya semakin merindukan matahari.

Sementara Dr. Mira berusaha memahami apa yang terjadi, Luma tetap berdiri di tengah kegelapan itu. Walau dia tidak dapat merasakannya dengan fisiknya, kehangatan dan cinta yang nyata adalah apa yang harus ia ambil dari perjalanan ini—bahwa harapan bisa memberikan lebih banyak arti dibandingkan dengan rasa.

Sejak saat itu, Luma dan Dr. Mira bekerja bersama. Tidak hanya untuk mencoba mengembalikan cahaya ke dunia yang telah hilang, tetapi juga untuk memberi arti bagi semua yang ada di setiap langkah mereka. Luma mungkin tidak bisa merasakan matahari, tetapi dia tahu satu hal: harapan dan cinta adalah matahari yang takkan pernah hilang. Dan kehangatannya, meski tak terlihat, akan selalu menyala dalam hati mereka.

**Deskripsi Gambar untuk Artikel:**

Gambar yang menyertai artikel ini menampilkan pemandangan futuristik Neon City yang kelabu dan gelap dengan cahaya oranye lembut yang bersinar dari sebuah monumen tua. Di pusat gambar, Luma, android dengan desain sleek dan fitur yang cerah, berdiri di depan monumen, mengulurkan tangannya untuk menyentuh cahaya yang dipancarkan, sementara Dr. Mira mengamatinya dari belakang dengan ekspresi takjub dan haru. Langit di atas mereka perlahan-lahan memperlihatkan nuansa warna-warni, menandakan kembalinya harapan dan keindahan.

**Cerita Pendek: Android yang Merindukan Matahari**

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *