Cahaya dalam Kabut – bab 2
August 23, 2024
Bab 2: Tanda-tanda Perubahan
Kegelapan yang menyelimuti Aditya di balik pintu batu terasa seperti selimut yang menekan tubuhnya. Namun, cahaya kecil yang menuntunnya tetap setia, berpendar lembut seperti teman yang tak pernah meninggalkannya. Setiap langkah yang diambil Aditya seakan membawa dia lebih dalam ke dalam misteri yang tak terpecahkan. Dinding-dinding di sekelilingnya terbuat dari batu hitam yang halus, namun dingin saat disentuh. Ruang yang ia masuki tampak tak berujung, seolah-olah pintu batu tadi bukan hanya sekadar gerbang, melainkan peralihan ke dimensi lain.
Seiring dengan langkahnya, Aditya mulai memperhatikan bahwa dinding-dinding tersebut dipenuhi dengan ukiran-ukiran yang tampak seperti simbol-simbol kuno. Ukiran itu tidak asing baginya; ia pernah melihat pola yang serupa pada pintu batu di puncak bukit. Namun, di sini, ukiran-ukiran itu lebih jelas, lebih detail, seolah-olah mencoba menyampaikan pesan. Aditya berhenti sejenak, mengamati simbol-simbol tersebut dengan cermat. Ada gambaran tentang sosok-sosok manusia yang tengah memegang obor, cahaya yang keluar dari dalam kabut, dan makhluk-makhluk aneh yang tampak menyeramkan. Meskipun Aditya tidak bisa memahami maknanya, ia merasa bahwa ukiran-ukiran itu memiliki kaitan erat dengan cahaya yang selama ini ia lihat.
Sementara Aditya terus berjalan, cahaya di depannya tiba-tiba berhenti di depan sebuah pintu lain, lebih kecil dari yang sebelumnya, tetapi dengan ukiran-ukiran yang lebih rumit. Tanpa ragu, Aditya meraih pegangan pintu itu dan menariknya. Pintu tersebut berderit pelan saat terbuka, memperlihatkan sebuah ruangan kecil yang dipenuhi dengan cahaya lembut. Di tengah ruangan itu, terdapat sebuah altar batu dengan sebuah buku besar yang tergeletak di atasnya. Buku itu tampak sangat tua, dengan kulit yang mulai retak dan halaman yang menguning.
Aditya mendekati altar tersebut dan membuka buku itu dengan hati-hati. Halaman pertama buku itu kosong, namun begitu ia membalik halaman berikutnya, ia menemukan tulisan-tulisan yang ditulis dengan tinta emas. Tulisan itu tampak berkilauan dalam cahaya lembut di ruangan tersebut. Aditya mencoba membaca tulisan itu, namun ia menyadari bahwa bahasa yang digunakan adalah bahasa kuno yang tidak ia pahami. Meskipun begitu, Aditya merasa bahwa buku itu sangat penting, mungkin kunci untuk mengungkap misteri yang menyelubungi desa dan cahaya yang selalu muncul dalam kabut.
Sambil memegang buku itu, Aditya tiba-tiba merasakan getaran di bawah kakinya. Getaran itu semakin kuat, dan seolah-olah datang dari dalam tanah. Ia menoleh ke sekeliling, mencoba mencari tahu apa yang menyebabkan getaran tersebut. Saat itulah, ia melihat dinding-dinding ruangan itu mulai bergerak. Batu-batu yang semula tampak kokoh mulai bergeser, dan ruangan itu perlahan-lahan mulai tertutup kembali. Tanpa pikir panjang, Aditya segera mengambil buku itu dan berlari keluar dari ruangan, kembali ke koridor gelap di mana ia masuk sebelumnya.
Namun, ketika ia kembali ke koridor itu, sesuatu telah berubah. Dinding-dinding yang sebelumnya penuh dengan ukiran kini tampak kosong, seolah-olah semua simbol-simbol itu telah menghilang. Cahaya yang tadinya menuntunnya juga telah menghilang, meninggalkan Aditya sendirian dalam kegelapan. Getaran di tanah masih terasa, semakin kuat seiring waktu, dan Aditya menyadari bahwa ia harus segera keluar dari tempat itu sebelum semuanya runtuh.
Dengan perasaan panik, Aditya mulai berlari menyusuri koridor gelap tersebut, mencoba menemukan jalan keluar. Langkah-langkah kakinya bergema di seluruh ruangan, diiringi oleh suara gemuruh yang semakin keras. Ia merasa seolah-olah ruangan itu sedang runtuh di sekelilingnya. Namun, di tengah-tengah kegelapan itu, Aditya melihat sebuah cahaya kecil di kejauhan. Cahaya itu tampak familiar, seperti cahaya yang selalu ia lihat dalam kabut. Tanpa berpikir panjang, Aditya berlari menuju cahaya tersebut.
Cahaya itu menuntunnya kembali ke pintu batu besar di puncak bukit, pintu yang kini terbuka sedikit, cukup untuk Aditya melarikan diri. Dengan napas tersengal-sengal, ia melompat keluar dari pintu itu, dan segera setelah ia melakukannya, pintu batu tersebut tertutup dengan suara dentuman keras, mengirimkan debu dan serpihan batu ke udara. Aditya terjatuh di tanah, kelelahan dan kebingungan, tetapi selamat.
Saat ia terbaring di tanah, Aditya menyadari bahwa kabut di sekitarnya telah memudar, dan langit di atas desa Sumiring kembali terlihat. Matahari yang sudah mulai tenggelam di balik pegunungan mewarnai langit dengan cahaya merah dan jingga, menciptakan pemandangan yang indah namun misterius. Namun, ada sesuatu yang berbeda pada kabut yang tersisa. Kabut itu tidak lagi berwarna putih, melainkan tampak lebih gelap, seolah-olah diselimuti oleh bayangan yang tidak pernah ada sebelumnya.
Dengan buku kuno yang masih dipegang erat-erat di tangannya, Aditya perlahan bangkit dan mulai berjalan kembali ke desa. Saat ia berjalan, pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan. Apa yang sebenarnya ia temukan di balik pintu batu itu? Apa arti dari buku kuno yang sekarang ada di tangannya? Dan yang paling penting, apa yang menyebabkan perubahan pada kabut yang telah menjadi bagian dari desa selama ini?
Ketika Aditya tiba di desa, ia melihat penduduk berkumpul di alun-alun, tampak cemas dan bingung. Mereka berbisik-bisik satu sama lain, memperhatikan kabut yang kini tampak lebih gelap dan menakutkan. Beberapa orang melihat Aditya datang dan segera menghampirinya, menanyakan apa yang telah terjadi. Namun, Aditya tidak memiliki jawaban untuk mereka. Ia hanya bisa menggelengkan kepala, mengatakan bahwa ia tidak tahu apa yang sedang terjadi.
Namun, di dalam hatinya, Aditya tahu bahwa perubahaan ini bukanlah hal yang biasa. Ini adalah tanda-tanda bahwa sesuatu yang besar sedang terjadi, sesuatu yang mungkin berhubungan dengan dunia lain yang tersembunyi di balik kabut. Dan ia merasa bahwa buku kuno yang kini ada di tangannya adalah kunci untuk mengungkap semua misteri ini.
Malam itu, Aditya tidak bisa tidur. Ia duduk di kamarnya, menatap buku kuno itu dengan penuh penasaran. Ia merasa bahwa di dalam buku itu, tersimpan jawaban atas semua pertanyaannya. Namun, untuk memahami buku itu, ia harus bisa membaca tulisan-tulisan kuno yang ada di dalamnya. Dan ia tahu bahwa untuk itu, ia harus mencari bantuan dari seseorang yang memiliki pengetahuan tentang bahasa kuno tersebut.
Pikirannya kembali pada penjaga hutan tua yang pernah ia temui beberapa tahun lalu. Penjaga hutan itu pernah bercerita tentang legenda kabut dan cahaya yang muncul dari dalamnya, meskipun pada saat itu Aditya tidak terlalu mempercayainya. Namun sekarang, setelah semua yang ia alami, Aditya merasa bahwa legenda itu mungkin lebih dari sekadar cerita rakyat.
Keesokan harinya, Aditya memutuskan untuk pergi mencari penjaga hutan itu. Ia membawa buku kuno tersebut bersamanya, dengan harapan bahwa penjaga hutan itu dapat membantunya mengungkap misteri yang tersimpan di dalamnya. Dengan hati yang penuh tekad, Aditya meninggalkan desa dan menuju ke hutan, mengikuti jalan setapak yang pernah ia lalui dulu.
Namun, dalam perjalanan menuju hutan, Aditya mulai merasakan kehadiran sesuatu yang asing. Kabut yang biasanya hanya muncul di pagi dan sore hari, kini tampak menggantung rendah di antara pepohonan, seolah-olah mengikuti setiap langkahnya. Cahaya aneh yang biasa ia lihat juga tidak lagi muncul, meninggalkan Aditya dalam kekosongan yang membingungkan. Hanya keheningan dan bayangan yang menyertainya, menciptakan suasana yang penuh dengan ketidakpastian.
Ketika Aditya tiba di pondok penjaga hutan, ia merasa ada yang tidak beres. Pondok itu tampak sunyi dan sepi, lebih dari biasanya. Pintu pondok terbuka sedikit, dan tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya. Aditya ragu sejenak, tetapi kemudian memutuskan untuk masuk. Ia mendorong pintu dengan perlahan, dan melangkah masuk ke dalam kegelapan pondok tersebut.
Di dalam pondok, Aditya menemukan sesuatu yang mengejutkan. Penjaga hutan tua itu tergeletak di lantai, tak bergerak, dengan ekspresi ketakutan di wajahnya. Di sekelilingnya, ada bekas-bekas seperti jejak yang tidak dikenalnya, seolah-olah ada sesuatu yang telah menyerang penjaga hutan itu. Di tangannya yang kaku, penjaga hutan itu memegang selembar kertas, yang tampak ditulis dengan terburu-buru.
Dengan tangan gemetar, Aditya mengambil kertas itu dan membaca pesan yang tertulis di sana. “Mereka
datang dari dalam kabut,” demikian pesan itu berbunyi. “Jangan biarkan cahaya itu mati, atau kita semua akan binasa.”
Pesan itu meninggalkan Aditya dengan perasaan takut dan bingung. Siapa yang dimaksud dengan “mereka”? Apa yang terjadi pada penjaga hutan itu? Dan yang paling penting, bagaimana ia bisa mencegah cahaya itu mati?
Dengan banyak pertanyaan di benaknya, Aditya menyadari bahwa ia sekarang sendirian dalam menghadapi ancaman yang tidak ia mengerti. Namun, ia tahu bahwa ia tidak bisa mundur. Buku kuno di tangannya, dan pesan dari penjaga hutan, memberi isyarat bahwa nasib desanya, dan mungkin seluruh dunia, berada di tangannya.
Aditya harus menemukan cara untuk menjaga cahaya itu tetap hidup, meskipun ia tidak tahu bagaimana caranya. Dan untuk itu, ia harus terus melangkah maju, menembus kabut, dan menghadapi apa pun yang tersembunyi di baliknya. Karena sekarang, ia adalah satu-satunya harapan.