ID Times

situs berita dan bacaan harian

Cahaya dalam Kabut – bab 3

Bab 3: Pencarian Kebenaran

Aditya berdiri di ambang pintu pondok penjaga hutan, menggenggam pesan terakhir yang ditinggalkan oleh lelaki tua itu. Perasaan takut dan cemas terus menghantui pikirannya, namun ada juga dorongan kuat untuk menemukan jawaban. Dengan pondok yang kini sunyi dan gelap, Aditya tahu bahwa ia harus melanjutkan pencariannya sendiri, tanpa bantuan penjaga hutan yang dulu ia harapkan.

Langit di luar mulai memudar menjadi warna biru kelam saat malam tiba. Aditya tahu bahwa ia tidak bisa kembali ke desa tanpa menemukan jawaban atas semua misteri ini. Ia memutuskan untuk menjelajahi hutan lebih dalam, berharap menemukan petunjuk lain yang mungkin bisa membantunya. Sebelum pergi, Aditya mengamati sekali lagi sekeliling pondok itu, mencari sesuatu yang mungkin terlewat. Di sudut ruangan, di bawah tumpukan kayu bakar, ia melihat sebuah benda kecil yang tampak seperti kunci kuno. Ia mengambil kunci itu dan menyimpannya di sakunya, merasa bahwa mungkin benda itu akan berguna nantinya.

Aditya mulai berjalan kembali ke dalam hutan, mengikuti jalan setapak yang semakin samar di tengah kabut yang semakin tebal. Hutan itu kini terasa lebih menakutkan daripada sebelumnya. Setiap suara, setiap hembusan angin, terdengar lebih keras dan lebih menakutkan. Pepohonan yang menjulang tinggi tampak seperti makhluk hidup yang mengawasi setiap gerakannya. Namun, Aditya terus melangkah maju, meskipun perasaannya bercampur aduk antara ketakutan dan tekad.

Setelah beberapa waktu berjalan, Aditya tiba di sebuah bukit yang terletak lebih dalam di dalam hutan. Bukit itu tampak aneh, seperti tidak seharusnya berada di sana. Kabut di sekitarnya begitu tebal sehingga hampir tidak bisa ditembus cahaya bulan yang redup. Namun, di puncak bukit itu, Aditya melihat sesuatu yang aneh: ada seberkas cahaya yang berpendar lemah, mirip dengan cahaya yang sering ia lihat di dalam kabut. Tanpa ragu, Aditya memutuskan untuk mendekati bukit tersebut.

Dengan susah payah, Aditya memanjat bukit yang curam dan licin karena kabut. Setiap langkah terasa berat, seolah-olah tanah di bawah kakinya menolak untuk mengizinkannya naik. Namun, tekadnya yang kuat membuatnya terus maju. Ketika ia akhirnya mencapai puncak bukit, Aditya menemukan sesuatu yang mengejutkan. Di sana, di tengah kabut tebal, terdapat sebuah cermin besar yang tampak kuno, dengan bingkai yang diukir dengan rumit. Cermin itu berdiri tegak, tertancap di tanah, dan cahaya yang dilihat Aditya berasal dari permukaannya yang memantulkan cahaya aneh dari dalam kabut.

Aditya mendekati cermin itu dengan hati-hati, merasa bahwa cermin itu bukanlah benda biasa. Ketika ia berdiri tepat di depannya, Aditya melihat bayangan dirinya di dalam cermin, tetapi ada sesuatu yang aneh. Bayangan itu tidak sepenuhnya mencerminkan dirinya; ada sesuatu di balik bayangan itu, sesuatu yang tampak seperti sosok lain yang tersembunyi dalam kegelapan. Sosok itu bergerak perlahan, seolah-olah mencoba mendekati Aditya dari dalam cermin.

Rasa dingin merambat di punggung Aditya saat ia menyadari bahwa sosok di dalam cermin itu bukanlah dirinya. Sosok itu tampak seperti manusia, namun matanya bersinar dengan cahaya yang sama seperti cahaya yang selalu ia lihat dalam kabut. Tanpa peringatan, sosok itu tiba-tiba mengulurkan tangannya dari dalam cermin, seolah-olah ingin meraih Aditya. Terkejut, Aditya melangkah mundur, hampir terjatuh dari puncak bukit.

Namun, sebelum ia bisa bergerak lebih jauh, sosok itu berbicara dengan suara yang dalam dan bergema, “Kau yang terpilih, penjaga cahaya. Hanya kau yang bisa mencegah kegelapan menelan dunia ini. Tapi kau harus mencari kebenaran di dalam kabut, tempat di mana cahaya dan kegelapan bertemu.”

Aditya merasa darahnya membeku mendengar suara itu. Ia ingin bertanya lebih banyak, namun sosok itu perlahan menghilang, kembali menyatu dengan bayangannya sendiri di dalam cermin. Aditya hanya bisa menatap cermin itu dengan penuh kebingungan dan ketakutan. Pesan yang disampaikan sosok itu jelas: Aditya memiliki peran penting dalam menghadapi ancaman yang datang dari dalam kabut. Namun, bagaimana caranya? Dan apa yang dimaksud dengan tempat di mana cahaya dan kegelapan bertemu?

Dengan hati yang penuh pertanyaan, Aditya memutuskan untuk turun dari bukit dan melanjutkan pencariannya. Ia menyadari bahwa kunci dari semua ini adalah menemukan tempat yang disebutkan oleh sosok dalam cermin. Tetapi untuk itu, ia membutuhkan lebih banyak petunjuk.

Saat Aditya kembali menuruni bukit, ia merasakan kehadiran sesuatu di dekatnya. Bulu kuduknya meremang, dan nalurinya mengatakan bahwa ia sedang diawasi. Dengan hati-hati, ia menoleh ke sekeliling, tetapi tidak ada apa pun selain kabut yang tebal. Namun, langkah-langkah kakinya semakin terasa berat, seolah-olah sesuatu menahannya untuk tidak melanjutkan perjalanan. Meski begitu, Aditya tetap maju, meskipun perasaannya terus dipenuhi oleh ketakutan.

Tiba-tiba, Aditya mendengar suara langkah kaki lain, bukan dari dirinya sendiri. Suara itu datang dari belakangnya, terdengar pelan namun pasti. Ia menahan napas dan berbalik dengan cepat, siap menghadapi apa pun yang mungkin ada di sana. Namun, yang dilihatnya hanyalah kabut yang tebal dan kosong. Tidak ada tanda-tanda kehidupan, tidak ada makhluk yang mengikuti.

Tetapi Aditya tidak bisa menyingkirkan perasaan bahwa ia tidak sendirian di sana. Ia mempercepat langkahnya, mencoba menghilangkan rasa takut yang menggelayutinya. Ketika ia akhirnya sampai di dataran yang lebih rendah, Aditya menyadari bahwa ia telah sampai di sebuah tempat yang tampak berbeda. Tempat itu tidak seperti bagian hutan lainnya yang pernah ia jelajahi. Tanah di sekitarnya tampak lebih gelap, hampir seperti terbakar, dan pepohonan di sekitarnya tampak mati, dengan ranting-ranting yang patah dan daun-daun yang kering.

Di tengah-tengah tempat itu, Aditya melihat sebuah batu besar yang tampak seperti altar. Batu itu diukir dengan simbol-simbol kuno yang mirip dengan yang ada di dinding koridor tempat ia menemukan buku kuno. Namun, di atas batu itu ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Sebuah obor besar tergeletak di sana, dengan nyala api biru yang aneh berpendar di ujungnya. Api itu tampak begitu terang di tengah kegelapan yang menyelimuti tempat itu.

Aditya mendekati obor itu dengan hati-hati. Ketika ia menyentuh obor tersebut, ia merasakan hangatnya api biru itu, meskipun warnanya aneh dan tidak biasa. Saat Aditya mengangkat obor itu, sebuah getaran kuat kembali terasa di tanah, seperti yang ia rasakan sebelumnya di dalam koridor batu. Suara gemuruh terdengar lagi, namun kali ini lebih dekat, lebih mengancam.

Tiba-tiba, tanah di sekitarnya mulai retak, dan dari dalam retakan-retakan itu muncul cahaya merah yang menyeramkan. Cahaya itu tampak seperti api yang keluar dari perut bumi. Tanpa disangka, dari dalam cahaya merah itu muncul makhluk-makhluk aneh, berwujud seperti bayangan gelap yang bergerak cepat dan agresif. Makhluk-makhluk itu memiliki mata merah yang bersinar, dan mereka tampak sangat marah, seolah-olah keberadaan Aditya di tempat itu telah membangunkan mereka dari tidur panjang mereka.

Aditya terkejut dan merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Makhluk-makhluk itu bergerak mendekatinya, dan ia tahu bahwa ia harus bertindak cepat. Tanpa berpikir panjang, Aditya mengangkat obor biru yang ada di tangannya, dan seketika nyala api biru itu membesar, mengusir bayangan-bayangan gelap yang mendekat. Makhluk-makhluk itu tampak ketakutan dengan cahaya biru tersebut, dan mereka mundur dengan cepat, menghilang kembali ke dalam retakan-retakan tanah yang segera menutup kembali.

Setelah semuanya kembali tenang, Aditya berdiri dengan napas tersengal, masih memegang erat obor biru di tangannya. Ia tahu bahwa obor ini bukanlah obor biasa. Obor ini adalah simbol cahaya yang mampu mengusir kegelapan yang mengancam. Namun, Aditya juga menyadari bahwa makhluk-makhluk itu hanyalah awal dari tantangan yang lebih besar.

Dengan obor biru di tangannya, Aditya kembali berjalan, kali ini dengan lebih percaya diri. Ia tahu bahwa ia telah menemukan sebagian dari kebenaran yang ia cari. Cahaya dan kegelapan memang bertemu di tempat ini, dan ia adalah penj

aga yang ditakdirkan untuk menjaga keseimbangan antara keduanya. Namun, perjalanan ini masih panjang, dan Aditya harus menemukan jawaban lebih lanjut untuk mengungkap seluruh misteri yang menyelubungi desa Sumiring dan dunia yang lebih besar di sekitarnya.

Dengan langkah yang lebih mantap, Aditya melanjutkan perjalanannya, siap menghadapi apa pun yang ada di depannya. Cahaya biru dari obor yang ia pegang menuntunnya melewati kegelapan, menuju kebenaran yang tersembunyi di balik kabut yang tidak pernah sirna.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *