ID Times

situs berita dan bacaan harian

Makhluk Tertua di Tepian Waktu

Di pinggiran sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh hutan lebat dan sungai yang berkelok-kelok, terdapat sebuah tempat yang disebut Tepian Waktu. Tempat itu dikenal oleh penduduk desa sebagai lokasi misterius, di mana waktu seakan kabur, dan hubungan dengan dunia luar terasa lemah. Orang-orang yang mencoba menginjakkan kaki di sana seringkali kembali dengan cerita aneh dan pengalaman yang tidak dapat dijelaskan.

Di Tepian Waktu, terdapat sebuah pohon raksasa yang sangat tua; batangnya melengkung dan cabangnya menjalar ke segala arah, seolah-olah ingin merangkul seluruh dunia. Pohon itu diketahui sebagai Penjaga Waktu, makhluk tertua yang tinggal di sana. Ketinggiannya menjulang jauh di atas pepohonan lain, dan daunnya selalu berwarna hijau cerah, tak peduli musim yang berganti. Banyak yang berkata bahwa pohon itu bisa berbicara dan memiliki pengetahuan yang tak terhingga.

Suatu hari, seorang pemuda bernama Raka, yang dikenal sebagai sosok petualang, memutuskan untuk menjelajahi Tepian Waktu. Raka merasa penasaran setelah mendengar kisah-kisah menakjubkan tentang Penjaga Waktu dari kakeknya. Setelah berhari-hari menyiapkan diri, ia berangkat dengan semangat membara dan niat yang tulus untuk menjelajahi tempat yang dipenuhi misteri itu.

Ketika Raka tiba di Tepian Waktu, ia merasakan aura yang berbeda. Udara terasa lebih segar, dan waktu seolah melambat. Berjalan perlahan di antara pepohonan yang menjulang tinggi, Raka sampai di depan pohon raksasa. Proporsi ukuran dan keanggunan pohon itu membuatnya terpesona. Dengan hati berdebar, Raka mengulurkan tangan untuk menyentuh batang pohon yang bertekstur kasar, terasa hangat dan berdetak seolah memiliki jantung.

Tiba-tiba, suara lembut bergema di sekitarnya. “Siapa yang datang mengganggu ketenanganku?” suara itu seperti datang dari seluruh penjuru, namun Raka tidak melihat siapapun. Ia merasa terpesona sekaligus ketakutan.

“Aku, Raka. Pemuda yang datang untuk belajar tentang dunia dan makhluk-makhluknya,” jawabnya, suaranya bergetar.

“Belajar? Waktu adalah guru terbaik, namun tidak semua pelajaran menyenangkan,” sahut suara itu, yang Raka yakini berasal dari pohon tersebut.

“Apakah kau Penjaga Waktu?” tanya Raka, rasa ingin tahunya semakin dalam.

“Ya, aku adalah makhluk tertua di Tepian Waktu. Aku menyaksikan keajaiban dan kehampaan, kehidupan dan kematian. Apa yang kau cari di sini, pemuda?” suara pohon itu membuat Raka merasa seolah-olah mereka sedang terhubung dalam satu frekuensi yang sama.

“Aku ingin tahu, bagaimana cara menjaga agar waktu tidak terbuang begitu saja, dan menghadapi ketakutan akan masa depan,” Raka menjelaskan. Meskipun dia merasa ketakutan, keingintahuannya mengalahkan segala rasa takutnya.

“Setiap detik yang kau miliki adalah berharga, Raka. Waktu tidak bisa kembali. Namun, kau dapat memilih bagaimana mengisinya. Cerita hidupmu akan menjadi catatan dalam sejarah, jika kau hidup dengan penuh arti,” jawab Penjaga Waktu.

Raka terpana mendengarnya. Ia teringat akan mimpinya untuk menjadi penulis. Namun, ketakutannya akan kegagalan selalu menghantuinya. “Tapi, aku tak tahu bagaimana memulai. Apa yang dapat membantuku?”

“Menulis adalah perjalanan yang memerlukan keberanian. Mulailah dari pengalamanmu sendiri, dari cerita-cerita yang kau simpan dalam hati. Jangan biarkan takut menghalangimu, karena ketakutan adalah bayangan yang menempel pada harapanmu,” Penjaga Waktu menjelaskan, suaranya mengalir lembut bagai aliran air.

Raka menutup matanya sejenak, membayangkan diri sedang menulis di bawah naungan pohon itu, bercerita tentang petualangannya, tentang setiap orang yang ia temui, dan tentang harapan-harapannya. Ia merasakan semangat mulai berkobar di dalam hatinya.

“Tapi, bagaimana jika aku gagal?” Raka bertanya, wajahnya dipenuhi keraguan.

“Gagal adalah bagian dari perjalanan, wahai pemuda. Jangan takut akan kegagalan, karena dari situlah kau akan belajar dan tumbuh. Waktu akan membawamu ke arah yang benar, selama kau memiliki niat yang tulus,” suara itu terdengar semakin dalam.

Setelah beberapa saat, Raka merasa lebih tenang. Ia sadar bahwa semua perjalanan memerlukan langkah pertama. Dengan tekad yang baru, Raka bertanya, “Bolehkah aku menghabiskan waktu di sini, belajar dari kau?”

“Ya, datanglah setiap hari. Kisah-kisah dalam hidupmu akan menjadi jembatan antara waktu yang berlalu dan waktu yang akan datang,” jawab Penjaga Waktu.

Selama beberapa bulan berikutnya, Raka mengunjungi Tepian Waktu setiap hari. Ia duduk di bawah pohon raksasa, mendengarkan cerita-cerita dari masa lalu, dan bahkan mengisahkan juga mimpinya kepada Pohon Penjaga. Dari sana, ia belajar tidak hanya tentang kehidupan, tetapi juga tentang rasa syukur dan ketulusan hati.

Ketika Raka mulai menuliskan pengalamannya, ia merasakan semangat baru mengisi setiap kata. Kehangatan dari hubungan yang terjalin dengan Penjaga Waktu membuatnya merasa memiliki kekuatan untuk mengejar mimpinya. Ia menuliskan dengan cermat setiap petualangannya, menginspirasi dirinya dan orang lain.

Hari-hari berlalu, hingga suatu ketika, Raka merasakan ada yang berbeda. Dia melihat perubahan pada Penjaga Waktu. Daunnya mulai menguning dan beberapa rantingnya tampak kering. “Apa yang terjadi padamu?” tanya Raka dengan khawatir.

“Setiap makhluk, termasuk aku, memiliki siklus kehidupannya. Saat aku menua dan waktuku hampir habis, aku akan menyebarkan benih-benih yang telah kupelihara dari setiap pengalaman yang kau ceritakan,” ujar Penjaga Waktu, suaranya memberikan ketenangan meski ada kesedihan tersirat.

“Tidak, aku tidak ingin kau pergi! Banyak yang perlu aku pelajari!” Raka merasa panik, hatinya terasa berat.

“Jangan takut, Raka. Aku tidak akan pergi sepenuhnya. Dalam setiap kisah yang kau tulis, dalam setiap jiwa yang kau sentuh, aku akan hidup. Seperti waktu, aku akan tetap abadi dalam ingatan,” suara itu mengalun lembut.

Raka merasa haru. Ia tahu bahwa segala hal yang memiliki kehidupan akan mengalami perpisahan. Namun, ia juga memahami bahwa kenangan akan hidup selamanya.

Akhirnya, pada hari perpisahan itu, Raka menjanjikan untuk menulis kisah Penjaga Waktu dan setiap pelajaran yang telah ia peroleh. Dengan air mata di pipinya, ia berdoa agar Pohon Penjaga terus hidup di dalam setiap kata yang ia tulis.

Ketika Raka meninggalkan Tepian Waktu untuk terakhir kalinya, ia merasa lebih kuat. Ia tahu bahwa hidupnya tidak akan sama lagi. Dengan semangat yang berkobar, ia mulai menuliskan kisah-kisahnya, dan setiap kali pikiran tentang Penjaga Waktu muncul, ia merasa terhubung lagi.

Pada akhirnya, Raka menjadi penulis terkenal, dan saat buku-bukunya dibaca oleh banyak orang, mereka pun mendapatkan pelajaran tentang arti kehidupan dan keberanian. Begitu banyak generasi yang terinspirasi oleh kata-katanya, bahkan tanpa menyadari bahwa kisah itu terlahir dari hubungan eratnya dengan makhluk tertua di Tepian Waktu.

Dalam hati Raka, Penjaga Waktu akan selalu hidup. Setiap detik yang ia jalani adalah warisan dari pelajaran yang diberikan oleh pohon yang penuh hikmah itu. Dan di tepian waktu, di sanalah semua cerita dimulai.

**Deskripsi Gambar untuk Artikel:**
Gambar menggambarkan sebuah pohon raksasa yang megah di tengah hutan lebat, dengan batangnya yang besar dan cabang-cabangnya menjalar ke segala arah. Di bawah naungan pohon, seorang pemuda tampak duduk dengan pena dan buku di tangan, dikelilingi oleh cahaya lembut yang menyinari daun-daun hijau cerah. Suasana sekitar terlihat tenang dan mistis, menggambarkan kedamaian serta keajaiban hubungan antara manusia dan alam. Di latar belakang, hutan yang lebat dan sungai berkelok mengalir, menambah nuansa misterius dan keindahan alami dari Tepian Waktu.

### Makhluk Tertua di Tepian Waktu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *