ID Times

situs berita dan bacaan harian

Makhluk yang Terkutuk di Alam Semesta

Di sudut gelap alam semesta, terletak sebuah planet bernama Selametia. Planet ini dikenal karena suasananya yang damai, dihuni oleh berbagai makhluk dengan kemampuan unik. Namun, ada satu cerita yang menghantui Selametia — kisah tentang makhluk yang terkutuk.

Makhluk yang dikenal dengan nama Elysia adalah penjelmaan dari keindahan. Ia memiliki tubuh ramping berwarna perak dengan mata biru cerah seperti bintang di langit malam. Sayangnya, Elysia tidak hanya dikenal karena kecantikannya, tetapi juga karena kutukan yang membelenggunya. Suatu ketika, Elysia mencuri cahaya dari bintang terindah di langit Selametia, yaitu Ghalen. Dalam kebodohannya, ia ingin menampakkan diri sebagai makhluk paling bersinar di antara yang lain. Namun, tindakan itu membuatnya terkutuk, ditandai dengan kehilangan cahayanya dan dipaksa untuk meneteskan air mata yang berbentuk cahaya setiap kali ia bersedih.

Salah satu makhluk yang paling merasakan dampak dari kutukan Elysia adalah Alek, seorang pemuda sederhana yang bergelar Teduh Dalam Badai. Ia tinggal di desa kecil di Selametia dan dikenal sebagai pemburu bintang — seseorang yang mencari bintang-bintang terjatuh untuk dijadikan harta karun, tetapi hatinya yang lembut selalu memikirkan nasib makhluk lain. Setiap kali cuaca buruk melanda, Alek akan pergi ke tepi danau untuk menanti suara ratapan Elysia. Ia mendengar bahwa hanya dengan mengerti kesedihan Elysia, maka kutukan ini bisa terangkat.

Suatu malam, ketika langit gelap dan bintang-bintang bersinar lemah, Alek memutuskan untuk menjelajahi hutan di sekitar danau. Ia percaya ada lebih dari sekadar kesedihan di balik kutukan Elysia. Saat ia menyusuri jalan yang indah dan penuh misteri, tiba-tiba ditiupkan angin yang mengusik ritme hutan. Ia melangkah lebih dalam ke dalam kegelapan, dipandu oleh suara merdu yang menyayat hati.

Di sebuah kebun kecil di tengah hutan, Alek melihat Elysia duduk melutut, air mata cahayanya membasahi tanah. Ia ragu, tapi hatinya menggerakkan langkahnya maju. “Elysia,” panggilnya pelan, suaranya menggetarkan hening. “Apa yang membuatmu bersedih sampai seperti ini?”

Elysia mengangkat wajahnya, dan matanya yang berkilauan menyentuh hati Alek. “Aku terkutuk,” katanya lirih. “Karena keserakahanku, aku kehilangan segalanya. Cintaku pada keindahan telah membawa kutukan ini.”

“Apa yang dapat kulakukan untuk membantumu?” tanya Alek, penuh rasa ingin tahu.

“Aku hanya bisa menghapus air mataku, tapi hingga kini, tak ada yang bisa mengisyaratkan kepadaku bahwa ada harapan,” jawab Elysia. “Tanpa cahaya di hatiku, kutukan ini akan selamanya menghantuiku.”

Alek terkejut, tapi ia tahu satu hal: ia takkan meninggalkan Elysia di dalam kesedihannya. Ia berjanji untuk mencarikan cara mengangkat kutukan ini. Dalam perjalanannya, Alek menggali lebih dalam mengenai sejarah Selametia. Ia berkeliaran dari desa ke desa, mendengar setiap kisah tentang Elysia dan kutukannya. Dari cerita-cerita tersebut, ia mempelajari bahwa hanya bintang yang diambilnya yang dapat mengembalikan kecercahaan dalam hidup Elysia.

Malam demi malam, Alek menatap langit, berharap bisa menemukan cara untuk mendapatkan kembali cahaya bintang yang dicuri Elysia. Ia mengetuk setiap hati yang ia temui, namun mencari Ghalen, si bintang, adalah perjalanan terberat dalam hidupnya.

Setelah berbulan-bulan mencari, Alek akhirnya menemukan seorang penyihir tua bernama Elda yang tinggal di gubuk tua di atas gunung. Penyihir itu dikenal memiliki pengetahuan dalam sihir bintang. Elda mendengarkan dengan seksama ketika Alek menceritakan kisah Elysia.

“Untuk mengembalikan cahaya bintang itu, kau harus pergi ke Arus Waktu,” kata Elda.

“Arus Waktu?” tanya Alek, heran.

“Ya,” jawab Elda. “Di sana, kau akan menemukan saat ketika Elysia mencuri cahaya. Hanya dengan menyesali tindakan tersebut dan merelakannya, kutukan itu dapat dipecahkan.”

Tanpa berpikir panjang, Alek bersiap untuk menuju Arus Waktu. Ia melewati jalan berbahaya, menghadapi berbagai makhluk penjaga dimensi, dan akhirnya tiba di tepi Arus Waktu. Dalam suasana tenang dan mistik, Alek berdiri dan merapatkan matanya, memusatkan pikirannya untuk kembali ke masa lalu.

Dalam sekejap, Alek merasa dirinya terlempar ke sebuah pemandangan indah. Semua bintang bersinar lebih terang dari yang pernah ia lihat. Di sudut pandang, ia melihat Elysia, wajahnya berseri-seri saat ia mendekati Ghalen. Alek merasakan betapa cantiknya masa itu, namun di baliknya, ia tahu perjalanan menuju pengertian dimulai.

Dengan pelan, Alek mendekati Elysia sebelum ia bermain-main dengan Ghalen. dia mendengar bisikan hatinya. “Hentikan! Elysia, berhentilah!” Jerit Alek, berusaha memengaruhi langkah Elysia.

Elysia terkejut, dan walau sorotan cahaya dari Ghalen memukau, dia merasakan ada sesuatu yang salah. “Siapa kau?” tanyanya, ketakutan.

“Aku adalah makhluk yang mencari cara untuk mengembalikan keindahanmu. Keserakahan hanya akan menambah penderitaan di dunia. Cobalah relakan cahaya itu!” seru Alek.

Dalam momen yang penuh ketegangan, Elysia merasakan kebenaran dalam ucapan Alek. Dengan segenap hati, ia memutuskan untuk melepaskan cita-citanya akan keindahan semu, membiarkan Ghalen kembali kepada tempatnya.

Dalam hitungan detik, momen indah itu membubung, cahayanya merekah ke seluruh Selametia. Alek tersentak dan merasa aliran hangat menyelimuti jiwanya. Elysia telah merelakan keserakahannya, dan dalam proses itu, merasakan cahaya baru hadir dalam dirinya sendiri.

Arus Waktu bergetar, dan Alek kembali ke tempat asalnya. Saat bintang-bintang kembali bersinar cerah di langit Selametia, Elysia muncul di hadapannya, cahayanya kini cemerlang, memancarkan kebahagiaan. “Kau… kau telah menyelamatkan aku,” katanya, bergetar.

“Semua ini karena kau memilih untuk berubah,” jawab Alek lembut.

Sejak saat itu, Elysia menjadi simbol harapan. Alamat hati yang bersedih tak lagi menjadi kutukan, melainkan keindahan. Bersama Alek, mereka berdua menjelajahi dunia baru, mengajari makhluk lain tentang arti kebahagiaan sejati dan melawan keserakahan.

Dengan semangat baru, Elysia dan Alek bergerak maju, membangun kembali jembatan antara langit dan bumi. Dan dalam perjalanan itu, tidakkah kita semua sedikit terkutuk saat kita mencari keindahan yang hilang?

**Gambaran Gambar untuk Artikel:**

Gambar menampilkan Elysia, makhluk anggun berwarna perak dengan mata biru cerah, duduk di tepi danau di tengah malam berbintang. Air mata bercahaya jatuh dari wajahnya, menciptakan cahaya lembut pada tanah di sekelilingnya. Di belakangnya, kelihatan siluet Alek dengan tatapan penuh rasa empati, mengamatinya dari kejauhan. Di langit, bintang-bintang bersinar sporadis, menunjukkan keindahan namun membawa beban kesedihan yang menggelayuti suasana.

**Makhluk yang Terkutuk di Alam Semesta**

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *