ID Times

situs berita dan bacaan harian

Penjaga Terowongan Zaman Purba

Di tengah hutan lebat yang diselimuti kabut tebal, terdapat sebuah terowongan yang sudah lama terlupakan orang. Terowongan itu terletak di kaki gunung bernama Gunung Luhung, terkenal dengan mitos-mitosnya yang menyeramkan. Konon katanya, terowongan ini dulunya adalah jalur persembunyian para raja dan ratu dari zaman purba, tetapi sekarang hanya dipenuhi dengan ilalang dan rerumputan liar.

Masyarakat sekitar percaya bahwa terowongan itu dijaga oleh makhluk yang tidak terlihat, artistik dalam mengintimidasi, tapi tidak pernah menunjukkan diri. Mereka menyebut makhluk itu “Penjaga Terowongan”. Setiap tahun, beberapa penduduk desa berani menjelajahi terowongan itu, namun tak satu pun yang pernah kembali dengan selamat. Keberanian mereka menjadi legenda, namun juga memperkuat kepercayaan akan keberadaan Penjaga yang selalu waspada.

Di salah satu desa yang berdekatan dengan gunung, hiduplah seorang pemuda bernama Kiran. Kiran dikenal sebagai sosok yang pemberani dan ingin tahu. Sejak kecil, dia mendengar banyak cerita tentang terowongan itu dan ia selalu terpesona oleh mitos yang menyelimutinya. Suatu malam, saat bintang-bintang bersinar cerah, Kiran memutuskan untuk menguak misteri terowongan itu. Ia ingin mencari tahu siapa sebenarnya Penjaga Terowongan dan kenapa para penjelajah tidak pernah kembali.

Dengan bekal sebuah senter dan keberanian yang menggebu-gebu, Kiran menyusuri jalur setapak menuju kaki Gunung Luhung. Dalam perjalanan, suara-suara malam yang biasa menjadi semakin keras, seakan menggoda Kiran untuk mundur. Namun, semangatnya mengalahkan rasa takut yang menyelimuti hatinya.

Ketika Kiran tiba di mulut terowongan, dia merasakan hawa dingin yang menyengat. Terowongan itu tampak sunyi dan gelap, hanya diterangi oleh senter yang dipegangnya. Dengan hati berdebar, ia melangkah masuk. Suara langkahnya menggema di dinding, seolah-olah terowongan itu menanggapi kehadirannya.

Beberapa langkah ke dalam, Kiran menemukan ukiran-ukiran di dinding terowongan. Ukiran-ukiran itu menggambarkan kehidupan para raja dan ratu di zaman purba, diiringi dengan gambaran pertempuran dan kehampaan. Kiran dengan hati-hati mempelajari setiap detail, mencoba menggali informasi yang bisa membantunya memahami lebih dalam tentang terowongan ini.

Namun, semakin dalam ia menjelajah, semakin Kiran merasakan ada yang mengawasinya. Sinar senter bergetar saat ia berjalan, dan bayangan di sekelilingnya menjadi semakin kelam. Di sudut terowongan, ia menemukan sebuah ruangan besar yang dikelilingi oleh patung-patung batu. Patung-patung itu tampak seperti sosok para penjaga, membisu namun penuh kekuatan. Di tengah ruangan, terdapat sebuah altar yang dipenuhi debu dan kegelapan.

Saat Kiran melangkah maju, tiba-tiba lampu senternya padam. Kiran terperangah. Ia meraba-raba, berusaha menyalakan senter itu kembali, tetapi tak berhasil. Dalam kebingungan, dia merasakan kehadiran lain yang tidak bisa dijelaskan. Suara gemuruh terdengar di telinganya, seolah datang dari dinding-dinding terowongan.

“Kau yang berani masuk ke wilayahku?” suara itu bergema, dalam dan seram. Kiran hampir tergelincir, tetapi ia mencoba tetap tenang. “Siapa kau?” tanyanya, suara tersendat.

“Aku adalah Penjaga Terowongan, titisan dari mereka yang dahulu. Aku melindungi rahasia yang terkubur di sini. Hanya mereka yang layak yang bisa memasuki tempat ini,” jawab suara itu, penuh otoritas.

Kiran terbawa oleh perasaan campur aduk. Di satu sisi, dia takut, tetapi di sisi lain, rasa penasarannya semakin mendalam. “Apa rahasia itu? Kenapa mereka yang berani menjelajahi terowongan ini tidak pernah kembali?” tanyanya lagi.

Suara itu terdiam sejenak, lalu berkata, “Mereka tidak kembali karena mereka tidak memahami apa yang mereka cari. Terowongan ini bukan tempat untuk kesombongan. Ini adalah tempat yang penuh dengan kelemahan manusia. Mereka datang tanpa rasa hormat dan pergi dengan kearogansian. Aku hanya mengembalikan mereka ke tempat asalnya.”

Kiran merasakan udara di sekelilingnya mulai bergetar. Ia merasakan getaran batin yang membuatnya semakin yakin untuk tidak mundur. “Aku tidak datang untuk mencari harta atau kekuasaan. Aku ingin memahami nilai-nilai di balik sejarah ini dan bisa menghormatinya,” sahut Kiran dengan penuh keyakinan.

Diam sejenak, suara itu melanjutkan, “Jika begitu, tunjukkan kepadaku bahwa kau layak. Hadapi tantangan yang ada dan buktikan nyalimu.”

Seketika, dinding terowongan mulai bergetar, dan dikelilingi dengan cahaya merah yang berkedip-kedip. Patung-patung itu seolah hidup, bergerak mendekat ke Kiran. Dia harus memilih: mundur atau berdiri menghadapi patung-patung yang menakutkan ini.

Dengan, keberanian yang nyaris tak tertandingi, Kiran mengambil langkah maju, siap menghadapi tangan-tangan batu yang menyerangnya. Namun, dia tidak melawan. Sebaliknya, ia mengangkat kedua tangannya dan berteriak, “Aku menghormati kalian! Saya tidak ingin melawan!”

Kiran merasakan kehampaan dalam jiwanya. Di tengah keributan, ia mencoba menahan diri. Patung-patung itu terhenti, dan suasana kembali tenang. Kiran merasa sebaris cahaya hangat menyelimuti jiwanya. Ini adalah saat di mana ia menyadari, nyawa manusia bukanlah untuk menghancurkan, tetapi untuk mengerti budaya dan sejarah yang terpendam.

“Selamat, Kiran. Kau telah lulus ujian,” suara itu kembali menggema, kali ini dengan lembut. “Kini, kau telah memahami arti dari keberanian sejati. Bukan hanya berani secara fisik, tetapi berani untuk memperjuangkan pengetahuan dan menghormati sejarah.”

Sejak saat itu, Kiran dibawa ke dalam dimensi lain, tempat di mana ia melihat gambaran kehidupan di masa lalu, bagaimana kehidupan para raja dan ratu, serta perjuangan mereka dalam melindungi tanah mereka. Terowongan itu merupakan saksi bisu dari semua yang pernah terjadi.

Ketika Kiran akhirnya keluar dari terowongan, ia merasa telah berubah sepenuhnya. Ia bukan hanya seorang pemuda yang ingin tahu, tetapi kini seorang pembawa cerita dan pelindung sejarah. Ia berkomitmen untuk membagikan pengalamannya kepada masyarakat desa, mengajarkan mereka untuk menghargai cerita-cerita yang telah lama terlupakan.

Hari-hari berlalu, dan Kiran menjadi tokoh di desanya. Ia menggugah semangat orang-orang untuk menjelajahi sejarah dan budaya mereka, bukan dengan cara yang sembarangan, tetapi dengan penuh rasa hormat. Terowongan Zaman Purba, yang sebelumnya menjadi momok, kini dikenal sebagai tempat inspirasi, ajang untuk memahami dan menghargai hakikat kehidupan.

Di setiap cerita yang disampaikan Kiran, ia menyertakan pesan dari Penjaga Terowongan: “Keberanian sejati terletak pada hati yang mau mendengarkan, bukan hanya pada fisik yang berani melawan.”

**Image Description for the Article:**
Ilustrasi menampilkan Kiran yang berdiri di mulut Terowongan Zaman Purba, dikelilingi oleh hutan lebat dan kabut mistis. Di belakangnya, bayangan samar patung-patung penjaga terowongan yang tampak angker, sementara cahaya sinar bulan menerangi wajah Kiran dengan ekspresi penuh rasa ingin tahu dan ketakutan. Di atas terowongan, terdapat ukiran kuno yang menceritakan kisah zaman purba, memberikan nuansa magis dan misteri pada gambar.

**Judul: Penjaga Terowongan Zaman Purba**

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *