ID Times

situs berita dan bacaan harian

Makhluk yang Bersembunyi di Celah-celah Bumi

Di tengah hutan lebat yang jarang dijelajahi manusia, terdapat sebuah desa kecil bernama Kertawana. Desa ini dikelilingi oleh pepohonan tinggi dan sungai yang mengalir jernih. Namun, ada satu hal yang membuat Kertawana berbeda dari desa-desa lainnya: legenda tentang makhluk misterius yang bersembunyi di celah-celah bumi.

Sejak lama, penduduk desa Kertawana mempercayai bahwa di bawah kaki mereka, terdapat dunia lain yang dihuni oleh makhluk-makhluk yang tidak terlihat. Beberapa orang menyebutnya “Kepala Bumi”, sementara yang lainnya menyebutnya “Penjaga Celah.” Masyarakat desa sering memperingatkan anak-anak agar tidak bermain jauh dari rumah saat gelap. Mereka bercerita bahwa makhluk-makhluk itu senang menculik anak-anak yang berani menjelajahi hutan sendirian.

Pernah suatu ketika, seorang anak bernama Kinan, yang berusia sepuluh tahun, merasa penasaran dengan legenda tersebut. Kinan adalah anak yang ceria dan penuh rasa ingin tahu. Setiap malam, ia mendengarkan cerita-cerita kuno yang diceritakan oleh neneknya tentang makhluk-makhluk di bawah tanah. Suatu malam, Kinan memutuskan untuk membuktikan apakah cerita itu benar atau hanya sekadar mitos belaka.

Dengan bimbingan sahabatnya, Raka, Kinan berangkat menuju hutan saat malam menjelang. Mereka membawa senter kecil dan makanan ringan, bertekad untuk melihat dengan mata kepala sendiri apakah ada sesuatu yang berbeda di dalam hutan itu setelah gelap. Hutan selalu terdengar mengerikan saat malam, tetapi rasa penasaran mereka mengalahkan rasa takut.

Setelah beberapa jam berjalan, Kinan dan Raka tiba di sebuah cekungan tanah yang dalam. Di sekitar cekungan terdapat akar-akar pohon tua yang menjulang tinggi seolah menjadi pelindung bagi sesuatu yang berharga. Kinan memandangi cekungan itu dengan penuh perhatian. “Lihat, Raka! Mungkin ini adalah tempat mereka! Ayo, kita lihat lebih dekat!” serunya dengan semangat.

Raka, meskipun merasa sedikit takut, mengangguk setuju. Keduanya kemudian mendekati tepi cekungan. Di sana, mereka melihat ada celah kecil yang bisa dimasuki, namun tampak gelap dan misterius.

“Apakah kita harus masuk?” tanya Raka, suara gemetar.

“Kalau tidak sekarang, kapan lagi? Kita harus mengetahui kebenarannya!” ucap Kinan dengan percaya diri.

Dengan berani, mereka melangkah menuju celah gelap itu. Ketika memasuki ruang di dalamnya, mereka merasa seperti sedang berada di dunia lain. Dinding-dindingnya berkilau dengan cahaya-cahaya halus yang seakan berasal dari batu-batu aneh yang menempel. Suara gemuruh samar-samar bergema, dan desiran angin sejuk menyambut mereka.

Beberapa langkah lebih dalam, mereka melihat makhluk-makhluk kecil yang bergerak lincah. Makhluk-makhluk itu berbentuk seperti manusia mini dengan kulit berwarna hijau lumut dan mata besar yang bersinar. Kinan dan Raka terperanjat, tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.

“Makhluk-makhluk ini… mungkin mereka adalah Kepala Bumi!” bisik Raka, tidak bisa menyembunyikan rasa takjubnya.

Makhluk-makhluk itu tampak bermain dan bercanda, meskipun tampak curiga dengan kehadiran Kinan dan Raka. Salah satu makhluk, yang memiliki rambut seperti tanaman merambat, perlahan mendekati mereka. Dengan suara lembut, ia mulai berbicara.

“Selamat datang, manusia kecil! Kami adalah penghuni Bumi. Kalian tidak perlu takut,” ucap makhluk tersebut.

Kinan dan Raka saling tatap, masih dalam keadaan terkejut. “Kami tidak bermaksud mengganggu. Kami hanya ingin tahu tentang kalian,” jawab Kinan dengan hati-hati.

“Benar, kami tidak jahat. Kami menjaga keseimbangan bumi ini, membantu alam agar tetap lestari,” lanjut makhluk tersebut. “Tapi hati-hati, ada makhluk jahat yang ingin mengambil sumber daya bumi untuk kepentingan mereka sendiri.”

Kinan mendengarkan dengan seksama. “Apa yang bisa kami lakukan untuk membantu?” tanyanya penuh semangat.

Makhluk itu terdiam sejenak. “Bantu kami menyebarkan pesan tentang pentingnya menjaga alam. Ajarkan teman-teman kalian bahwa semua makhluk di bumi saling terhubung,” jelasnya.

Tanpa terasa, waktu berlalu. Kinan dan Raka menghabiskan malam itu berbincang-bincang dengan makhluk-makhluk tersebut, mendengarkan kisah-kisah tentang kehidupan mereka dan tantangan yang mereka hadapi. Keduanya merasa bahwa malam itu adalah pengalaman paling luar biasa dalam hidup mereka.

Ketika fajar mulai menyingsing, makhluk-makhluk itu mengantar Kinan dan Raka kembali ke celah yang mereka masuki. “Ingatlah pesan kami,” ucap makhluk dengan lembut. “Kalian adalah jembatan antara dunia kami dan dunia manusia. Jaga lingkungan dan belajarlah untuk menghargai semuanya.”

Dengan janji di hati, Kinan dan Raka keluar dari celah itu dan kembali ke desa. Mereka berlari menuju rumah sambil terengah-engah, penuh keceriaan untuk menceritakan pengalaman luar biasa mereka. Namun, saat mereka tiba di desa, mereka melihat bahwa semua penduduk sedang berkumpul di alun-alun.

Ada berita buruk. Sebagian hutan di sekitar Kertawana akan ditebang untuk pembangunan proyek sebagai bagian dari perkembangan kota. Kinan dan Raka saling berpandangan, memahami bahwa inilah saatnya untuk bertindak.

Tanpa ragu, mereka menceritakan cerita mereka kepada penduduk desa, menjelaskan betapa pentingnya menjaga hutan dan makhluk-makhluk yang tinggal di dalamnya. Awalnya, banyak yang meragukan apa yang mereka katakan, tetapi melihat semangat Kinan dan Raka, beberapa penduduk mulai berpikir ulang tentang keputusan mereka.

Kinan dan Raka, bersama anak-anak desanya, mengorganisir kampanye kecil untuk menyelamatkan hutan. Mereka membuat poster, mengumpulkan tanda tangan, dan menyebarkan pesan tentang perlunya melestarikan lingkungan. Mereka bahkan mengunjungi sekolah-sekolah di desa sebelah untuk berbagi cerita mereka.

Kecintaan mereka pada hutan tumbuh semakin kuat, dan tak lama kemudian, kisah mereka menyebar luas. Berita tentang “Makhluk yang Bersembunyi di Celah-celah Bumi” menarik perhatian banyak orang, dan massa pendukung mulai berdatangan untuk membantu.

Akhirnya, upaya mereka tidak sia-sia; pemerintah setempat memutuskan untuk meninjau kembali rencana pembangunan tersebut. Masyarakat dan aktivis lingkungan berbondong-bondong datang untuk memberikan dukungan kepada Kinan dan Raka serta penduduk Kertawana.

Dalam pertemuan besar yang diadakan di alun-alun desa, Kinan dan Raka diundang untuk berbagi cerita mereka di hadapan banyak orang, termasuk pejabat pemerintah. Ketika mereka selesai bercerita, suasana menjadi haru. Orang-orang tampak tergerak. Mereka semua berjanji untuk melestarikan hutan dan makhluk-makhluk yang mungkin tinggal di bawah kaki mereka.

Sejak saat itu, Kertawana menjadi terkenal sebagai desa yang peduli dengan lingkungan. Berbagai kegiatan konservasi diadakan, dan anak-anak di desa itu selalu diingatkan untuk menghargai alam. Kinan dan Raka tidak hanya menjadi pahlawan desa, tetapi juga jembatan antara dunia manusia dan makhluk-makhluk yang bersembunyi di celah-celah bumi.

Malam hari ketika bulan bersinar terang, Kinan dan Raka sering kembali ke cekungan tempat mereka bertemu makhluk-makhluk kecil itu. Dengan harapan, mereka saling berbagi cerita dan memperingati janji mereka untuk menjaga alam dan semua makhluk yang ada di dalamnya, dalam hati mereka tahu, bahwa selama mereka saling menjaga, makhluk-makhluk itu akan selalu ada di sana.

**Gambaran Gambar untuk Artikel:**

Ilustrasi menggambarkan suasana malam di hutan Kertawana yang mistis dan magis. Di tengah hutan yang lebat dengan pepohonan tinggi, terlihat sekelompok makhluk kecil dengan wajah bersahabat dan kulit berwarna hijau lumut, sedang bermain di dalam cekungan tanah. Cahaya lembut dari batu-batu berkilauan menerangi scene, sementara Kinan dan Raka, kedua anak pemberani, tampak terpesona memperhatikan makhluk-makhluk tersebut dengan ekspresi penuh rasa ingin tahu. Pada latar belakang, bintang-bintang berkilauan di langit malam dan cahaya bulan menambah keindahan dan misteri suasana.

**Makhluk yang Bersembunyi di Celah-celah Bumi**

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *