ID Times

situs berita dan bacaan harian

Roh yang Menggenggam Kegelapan Bumi

Di sebuah desa kecil bernama Desa Kegelapan, terletak di tepi sebuah hutan yang lebat dan terkenal angker, hidup seorang pemuda bernama Arga. Desa ini dikelilingi mitos dan legenda yang diceritakan turun-temurun oleh penduduknya. Salah satu cerita yang paling ditakuti adalah tentang Roh yang Menggenggam Kegelapan Bumi, yang konon menjaga segala rahasia kegelapan di dalam hutan tersebut.

Hutan itu diakui oleh semua orang sebagai tempat yang terkutuk. Banyak yang mengklaim bahwa mereka pernah melihat sosok putih melayang di antara pepohonan, dengan tatapan matanya yang kosong dan suara raungan angin yang mengerikan. Siapa pun yang berani memasuki hutan itu biasanya takkan kembali lagi, atau pulang dengan cerita yang lebih aneh dan menakutkan dibandingkan sebelum mereka pergi.

Arga, meski terlahir dan dibesarkan di desa itu, memiliki rasa penasaran yang tinggi. Dia selalu merasa ada sesuatu yang tidak biasa di balik cerita-cerita seram tersebut. Setiap malam, ketika semua penduduk tidur, Arga seringkali duduk di tepi desa, menatap gelapnya hutan yang tampak mengintimidasi. Daya tariknya begitu kuat, sampai-sampai dia tak bisa menahan keinginannya untuk menjelajah.

Suatu malam, saat bulan purnama bersinar menerangi semua sudut dunia, Arga memantapkan hati untuk masuk ke dalam hutan tersebut. Dia membawa perbekalan secukupnya, sebuah senter tua, dan juga pisau kecil yang diwariskan dari ayahnya. Sebelum pergi, dia berkata pada dirinya sendiri, “Jika ada Roh yang Menggenggam Kegelapan Bumi, aku harus mengetahui siapa dia.”

Di tepi hutan, seolah-olah alam mengingatkan Arga untuk mundur. Suara jangkrik mendadak berhenti, dan angin berhembus pelan, seolah hutan sedang berbisik menolak kehadirannya. Namun, tekad Arga sudah bulat. Dengan langkah mantap, dia memasuki kegelapan yang menanti.

Hutan itu lebih lebat dari yang dia bayangkan. Pepohonan tinggi menjulang, dengan cabang-cabangnya membentuk kanopi yang menutupi sinar bulan. Aroma lembab dan tanah terbuka menyelimuti kawasan itu. Setiap langkahnya terdengar sangat jelas, seolah hutan itu sedang mengawasi. Arga menyalakan senternya dan berjalan dengan hati-hati, menghindari akar-akar yang berserakan.

Setelah berjalan cukup jauh, dia mulai merasakan keanehan di sekelilingnya. Suara alam yang biasanya menenangkan, berganti menjadi bisikan yang samar, seolah mengelilingi dirinya. “Arga…” bisik suara itu, penuh misteri. Terkejut, dia melihat sekeliling, tetapi tidak ada siapa-siapa. Hanya hutan dan keheningan yang menyertainya.

“Siapa kau?” tanya Arga, mencoba menahan getaran suara yang dirasakannya.

“Aku adalah Roh yang Menggenggam Kegelapan Bumi,” jawab suara itu, dan seketika, sosok putih muncul di hadapannya. Wajahnya tidak jelas, hanya bayangan samar yang melayang dengan aura gelap. “Kenapa kau berani datang ke tempat ini?”

“Aku penasaran,” Arga menjawab, merasakan keberanian yang mengalir dalam jiwanya. “Apa yang kau inginkan dari dunia ini? Kenapa kau menguasai hutan ini?”

Sosok itu terdiam sejenak, lalu mengangkat tangannya, menunjuk ke arah kegelapan yang lebih dalam. “Aku menjaga keseimbangan. Kegelapan dan cahaya tak bisa terpisah. Manusia sering kali melupakan sisi gelap dalam diri mereka. Aku muncul untuk mengingatkan.”

Arga merasakan siftan di hatinya. Perlahan, dia mulai memahami. Banyak hal yang mereka anggap terkutuk hanya karena ketakutan. Dalam perjalanan hidupnya, dia sendiri pun menyimpan banyak kegelapan—rasa cemburu, kesedihan, ketakutan—hal-hal yang tak pernah dibagikannya kepada siapapun.

“Apakah kau bisa membagikan lebih banyak tentang kegelapan ini?” Arga bertanya, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu.

Sosok itu tersenyum samar. “Jika kau sungguh-sungguh ingin, kau harus siap menghadapi dirimu sendiri.”

Tanpa disadari, Arga merasa dipanggil untuk melanjutkan perjalanan ke dalam hutan. Mereka berjalan beriringan, dan sosok itu mulai menceritakan kisah-kisah lama tentang manusia-manusia yang pernah tinggal di sana, bagaimana mereka terjebak dalam rasa takut, dan bagaimana mereka menolak kegelapan yang menghinggapi hati mereka.

Setiap cerita yang dibagikan sosok itu membawa Arga ke dalam bagai mimpi. Dia menyaksikan moment-moment dalam sejarah di mana manusia berusaha menolak kegelapan, hanya untuk berakhir dalam pengulangan kesalahan yang sama. Dia merasakan betapa mereka kehilangan diri mereka sendiri dalam mencari cahaya tanpa memahami sisi gelap yang juga ada dalam diri mereka.

“Jadi, kau adalah pengingat untuk mereka yang takut akan kegelapan?” Arga bertanya.

“Ya, aku hanyalah cerminan dari ketakutan mereka sendiri,” jawab sosok itu. “Kegelapan tidak selalu buruk, Arga. Ia melahirkan berbagai hal yang indah. Seperti malam yang memberikan tempat bagi bintang untuk bersinar.”

Mendengar hal tersebut, Arga mulai menyadari bahwa kegelapan tidak seharusnya dihampiri dengan rasa takut yang mendalam. Ia adalah bagian dari hidup yang harus diterima. Dia merasa semakin dekat dengan sosok itu, seolah ada ikatan batin yang terjalin antara mereka.

Malam semakin larut dan perjalanan Arga bersama Roh Kegelapan membawa mereka ke sebuah tempat yang terbuka, disinari cahaya rembulan lembut. Di tengah padang itu terdapat sebuah kolam kecil yang tenang, di mana permukaannya memantulkan bintang-bintang. Di sanalah sosok itu berhenti.

“Lihatlah, Arga. Ini adalah tempat dimana segala cerita bertemu. Ini adalah cerminan dari dirimu sendiri,” berkata sosok itu, menunjuk ke arah kolam.

Saat melihat ke permukaan air, Arga dapat melihat refleksi dirinya—tetapi bukan hanya gambarnya saja. Dia melihat bayangan yang berjuang dengan rasa sakit, kebencian, dan ketakutan. Dia melihat semua kegelapan yang pernah ia simpan dalam hati.

“Bagaimana aku bisa menghadapi semua ini?” tanya Arga dengan penuh ketidakpastian.

“Dengan menerima. Terimalah bahwa kau memiliki sisi gelap, seperti setiap manusia. Jangan lari darinya, tetapi peluklah dan pahamilah. Dengan cara itu, kau akan menyadari bahwa kegelapan adalah bagian dari keseluruhan dirimu,” jawab sosok itu lentur.

Arga merasa seakan lepas dari belenggu yang selama ini membebani. Jika sebelumnya dia melihat kegelapan sebagai musuh, kini kegelapan itu menjadi sahabat yang mengajarinya tentang kehidupan yang lebih seimbang.

Setelah pertemuan itu, Arga merasa teregenerasi. Dia menemukan kembali semangatnya untuk kembali ke desa dan menyebarkan pemahaman baru tentang pentingnya menerima diri sendiri—baik sisi terang maupun gelap. Menyadari bahwa baik cahaya maupun kegelapan memiliki peran masing-masing dalam membentuk identitas sesungguhnya.

Ketika hari mulai dawn dan cahaya pertama matahari mulai menyinari hutan, Arga melangkah keluar dari hutan dengan penuh keyakinan. Dia menoleh sekali lagi ke arah tempat sosok roh berada, tetapi sosok itu telah lenyap. Namun, Arga merasa kehadirannya masih ada. Dia membawa pelajaran berharga yang tak akan pernah terlupakan.

Sesampainya di desa, penduduk desa menyambutnya dengan penuh keheranan. Mereka bertanya tentang pengalamannya, tentang apa yang dia lihat, dan sebagian besar, tentang apakah dia merasakan ketakutan saat berada di dalam hutan.

Arga tersenyum lebar dan berkata, “Aku tidak melihat kegelapan sebagai sesuatu yang menakutkan lagi. Sebaliknya, aku melihatnya sebagai bagian dari diri kita. Mari kita belajar untuk menerima semua yang ada dalam diri kita.”

Dengan kata-kata itu, Arga mengubah cara pandang penduduk desa terhadap kegelapan. Mereka berlahan-lahan belajar untuk memahami dan menerima sisi gelap dalam diri mereka. Kegelapan bukan lagi sesuatu yang harus ditakuti, tetapi sebuah pelajaran berharga yang akan memperkaya setiap kehidupan.

Sejak saat itu, Desa Kegelapan tidak lagi dikenal sebagai desa yang angker, tetapi sebagai desa yang penuh dengan kedamaian dan penerimaan diri. Roh yang Menggenggam Kegelapan Bumi menjadi legenda, diingat bukan sebagai sosok menakutkan, tetapi sebagai penuntun menuju penerimaan diri.

Arga yang telah beranjak dewasa, kini menjadi pemimpin desa yang bijaksana. Dia mengajari generasi muda untuk walau bagaimanapun, penting untuk selalu mengenali semua sisi dari diri mereka, baik yang terang maupun yang gelap, sehingga bisa menjadi pribadi yang lebih utuh.

***

**Deskripsi Gambar untuk Artikel:**
Sebuah gambar yang menunjukkan suasana malam di hutan le

### Roh yang Menggenggam Kegelapan Bumi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *