ID Times

situs berita dan bacaan harian

Penghuni Ruang Gelap di Atas Bumi

Di sebuah desa kecil yang terletak di kaki gunung, terdapat sebuah bangunan tua yang dikenal oleh penduduk setempat sebagai rumah tua Tuan Malik. Rumah itu sudah ditinggalkan bertahun-tahun. Dindingnya yang putih mulai memudar, dan atapnya yang sudah lapuk ditutupi oleh lumut dan tanaman liar. Meskipun demikian, jauh di dalam hatinya, desa itu menyimpan banyak kisah yang berhubungan dengan rumah tersebut.

Di siang hari, rumah itu tampak sepi dan tidak berbahaya. Namun, saat malam menjelang, bisikan angin seolah-olah mengisahkan misteri yang terkandung di dalamnya. Penduduk desa menghindari rumah itu, terutama setelah matahari terbenam. Mereka percaya ada makhluk halus yang menghuni tempat itu, makhluk yang disebut “Penghuni Ruang Gelap”.

Kisah tentang Penghuni Ruang Gelap sudah menjadi bagian dari folklore desa. Para tetua sering berkumpul di sekitar api unggun, menceritakan kisah horor tentang makhluk yang mencari jiwa manusia untuk mengisi kekosongan di dalam ruang gelapnya. Salah satu dari cerita tersebut adalah tentang seorang pemuda bernama Arka yang sangat penasaran dengan rumah tua itu.

Arka adalah seorang remaja berusia 17 tahun yang dikenal sebagai pemimpi. Ia selalu tertarik pada hal-hal misterius, bahkan sejak kecil. Ketika mendengar cerita tentang Penghuni Ruang Gelap, rasa penasarannya semakin membara. Suatu malam, ketika bulan purnama bersinar terang, ia memberanikan diri untuk memasuki rumah tua itu.

Berbekal senter dan keberanian, Arka melangkah melewati pagar kayu yang sudah lapuk menuju pintu utama. Pintu itu berderit pelan saat ia dorong, seakan mengucapkan selamat datang sekaligus peringatan. Begitu menginjakkan kaki di dalam, hawa dingin menyergapnya. Kesunyian menyelimuti ruangan, hanya suara detak jantungnya yang terdengar jelas.

Ruang tamu berbentuk besar dengan jendela-jendela besar yang sudah pecah membuat suasana terasa lebih menakutkan. Arka menyalakan senternya, menerangi sudut-sudut ruangan yang gelap. Di dinding, ia melihat lukisan-lukisan pemandangan alam yang kini pudar dengan waktu. Satu lukisan menarik perhatiannya, menggambarkan sebuah keluarga bahagia di snap shot yang diambil puluhan tahun lalu.

“Lukisan ini terlihat berbeda,” gumam Arka, “seperti ada sesuatu yang ingin ia katakan.”

Ia memutuskan untuk mengamati lukisan tersebut lebih dekat. Saat ia melangkah mendekat, tiba-tiba lampu senter padam dan seluruh ruangan menjadi gelap gulita. Arka merasakan gelombang ketakutan yang tak terlukiskan menyelimutinya. Ia mencoba menyalakan senter, namun tidak berhasil. Dalam gelap, ia mulai mendengar suara-suara samar, seperti bisikan yang mengingatkannya tentang bahaya.

“Pergi… Pergi…” bisikan itu bergema di seluruh ruangan, seolah-olah berasal dari dinding-dinding rumah tua.

Arka merasa ada yang tidak beres. Ia mulai mundur perlahan, berusaha keluar dari ruangan tersebut, tetapi tak mampu menemukan arah. Tiba-tiba, ia merasakan sentuhan dingin di punggungnya. Perasaannya seolah seketika menyedot keberanian yang ada. Ia berbalik dan melihat sosok samar berdiri di belakangnya.

Sosok itu tampak seperti seorang pria tua, wajahnya tidak terlihat jelas, namun mata yang tajam menatapnya penuh rasa ingin tahu. “Siapa kau?” suara itu serak dan dalam.

“A-Aku hanya ingin melihat rumah ini,” Arka menjawab, suaranya bergetar. “Aku tidak bermaksud mengganggu.”

Pria tua itu hanya tersenyum sinis. “Kau tidak seharusnya berada di sini, wahai anak muda. Ruang ini bukan untukmu. Ini adalah ruang gelap, tempat jiwa-jiwa yang tersesat berkumpul.”

Arka merasa terjebak antara rasa takut dan rasa ingin tahunya. “T-tapi, aku hanya ingin tahu. Apa yang terjadi di sini? Mengapa semua orang takut pada rumah ini?”

Pria itu menghela napas dalam-dalam. “Banyak tahun yang lalu, aku dan keluargaku tinggal di sini. Kami bahagia. Namun, malam itu, takdir kami berbalik. Kami diselimuti kegelapan, dan satu per satu jiwa kami terperangkap di sini. Kini, kami hanya bisa melihat dari kegelapan ini.”

Air mata mulai menghiasi pipi Arka. “Kau masih punya harapan untuk bebas, bukan?” tanya Arka berani. “Mungkin ada cara untuk membebaskanmu.”

“Mungkin,” jawab pria itu dengan nada lirih, “Namun, untuk melakukannya, kau harus menghadapi kegelapanmu sendiri.”

Arka merasa tergerak untuk membantu, namun hatinya bergejolak oleh rasa takut. Dalam sekejap, sosok pria itu menghilang ke dalam kegelapan. Arka merasa panik. Ia berusaha mencari jalan keluar, tetapi semua tampak sama.

Dalam ketakutan, Arka mulai berlari. Ketika ia berlari, ia merasa seolah ada banyak mata yang memperhatikannya, mengawasinya. Suara-suara bisikan kembali terdengar, kali ini lebih keras. “Tinggalkan tempat ini! Kembali sebelum terlambat!”

Tanpa disadari, Arka telah sampai di ruang belakang rumah tua itu. Di sana, ia melihat sebuah pintu kayu yang tampak lebih baru dibanding bagian rumah lainnya. Dalam kebingungannya, ia memberanikan diri untuk membukanya. Begitu pintu terbuka, ia melihat cahaya terang yang menyilaukan. Tanpa pikir panjang, ia melangkah masuk ke dalam cahaya tersebut.

Ketika Arka terbangun, ia berada di luar rumah tua, di bawah sinar bulan purnama. Semua terasa normal, seolah-olah semuanya hanya mimpi. Namun, ketika ia melihat ke belakang, rumah tua itu tampak lebih mencolok, seakan menampilkan pesona yang terlewatkan. Arka tidak bisa menjelaskan apa yang terjadi, tetapi ia merasa seolah telah belajar sesuatu yang berharga.

Dia berlari kembali ke desa dan menceritakan pengalamannya kepada teman-teman serta penduduk desa. Mereka mendengarkan dengan takjub, namun skeptis. Sejak malam itu, Arka mengambil keputusan untuk tidak hanya mendengar kisah-kisah menakutkan, tetapi juga mencoba memahami kegelapan yang ada di dunia ini, termasuk kegelapan dalam diri manusia.

Desa itu mulai melihat perubahan. Para penduduk tak lagi takut pada rumah tua. Mereka mulai memperbaiki rumah itu dengan harapan bisa menceritakan kisah yang lebih baik untuk generasi mendatang. Arka pun menjadi jembatan antara dua dunia, dunia kegelapan dan dunia cahaya.

Dan begitulah, Penghuni Ruang Gelap di atas bumi tidak lagi dihantui ketakutan. Ia menjadi bagian dari kenangan, sebuah pelajaran tentang keberanian dan harapan yang harus selalu ada dalam setiap ruh manusia.

### Deskripsi Gambar untuk Artikel:
Gambar yang tepat untuk artikel ini adalah sebuah ilustrasi yang menunjukkan rumah tua di desa dengan atap yang lapuk, dikelilingi pepohonan rimbun dan cahaya bulan purnama yang bersinar terang di atasnya. Jendela-jendela rumah terlihat retak dan temaram, serta silhouette sosok pria tua berdiri di dekat pintu rumah, menatap keluar dengan ekspresi penuh misteri. Di latar belakang, suasana desa yang sepi bisa terlihat, dengan asap tipis mengepul dari perapian penduduk yang menambah kesan magis dan misterius.

### Penghuni Ruang Gelap di Atas Bumi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *