Penjaga Aliran Energi Bumi
August 26, 2024
Di tengah hutan lebat yang dikelilingi pegunungan hijau menghampar, terdapat sebuah desa kecil yang dikenal dengan nama Desa Agung. Masyarakat di desa ini hidup harmonis dengan alam dan menjaga warisan leluhur mereka. Di antara mereka, terdapat seorang pria tua bernama Ki Jaya. Ia dikenal sebagai ‘Penjaga Aliran Energi Bumi’. Tugasnya adalah menjaga keseimbangan energi yang mengalir dari perut bumi, yang digunakan untuk kehidupan sehari-hari penduduk desa.
Ki Jaya telah mengemban tugas ini sejak belasan tahun lalu. Ia dilahirkan dalam garis keturunan yang sama, di mana nenek moyangnya pun memiliki peran serupa. Setiap hari, ia berjalan menyusuri jalur setapak yang tersembunyi di dalam hutan, mencari ‘sumber kehidupan’—tempat di mana energi bumi bersumber. Tempat-tempat ini terletak di bawah batu besar, di tepi sungai, di antara akar pohon besar, tempat di mana tanah terasa lebih hangat dan getaran yang lembut dapat dirasakan.
Pada suatu pagi, Ki Jaya merasakan sesuatu yang tidak biasa. Energi di sekitarnya terasa bergetar lebih kuat dari biasanya. Ia segera memutuskan untuk pergi ke sumber energi yang paling dekat, yang terletak di sebuah gua yang sudah lama ditinggalkan oleh pendahulunya. Gua ini terletak tidak jauh dari desa, tetapi kehadirannya selalu dikesampingkan oleh penduduk desa, yang lebih memilih untuk tidak menjelajahi tempat-tempat yang dianggap angker.
Sesampainya di gua, Ki Jaya menghela napas panjang. Di dalam gua itu, suasana terasa dingin dan gelap, namun ada sesuatu yang memanggilnya untuk masuk lebih dalam. Dengan hati-hati, ia menyalakan obor dan mulai melangkah menuju kegelapan. Di dalam, ia menemukan berbagai pola dan ukiran yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Pola ini menggambarkan berbagai makhluk, pohon besar, dan aliran energi yang mengalir di permukaan tanah.
Setelah menjelajahi lebih jauh, Ki Jaya menemukan sebuah batu besar yang bersinar. Batu itu memancarkan cahaya yang cerah dan hangat, seperti matahari yang bersinar di pagi hari. Namun, semakin dekat ia mendekat, semakin terasa tekanan di dadanya—seolah ada sesuatu yang tidak beres.
“Hmph, tidak ada yang boleh mengganggu ketenangan ini,” suara yang berat dan serak tiba-tiba bergema di dalam gua, membuat Ki Jaya terhenti. Ia menoleh dan melihat sosok raksasa berwujud bayangan hitam, dengan mata mengkilat seperti bintang di malam gelap.
“Aku adalah penjaga arus energi ini, mengapa kau mengganggu tempatku?” ujar sosok tersebut.
“Demi desa dan kehidupan masyarakatku, aku datang untuk memastikan bahwa aliran energi tetap terjaga. Namun, aku merasakan ada yang tidak beres di sini,” jawab Ki Jaya dengan suara tegar meskipun hatinya bergetar gentar.
Sosok itu tertawa menggelegar, “Energi yang seharusnya mengalir bebas kini terperangkap, dan hanya ada aku yang dapat membebaskannya—tapi harganya mahal, tua bangka.”
Ki Jaya merasa marah, tetapi ia tahu bahwa emosinya tidak akan membantunya. “Apa yang kau inginkan?” tanyanya dengan suara tenang.
“Sederhana, bantu aku menumpahkan roh-roh yang terperangkap di sini, dan aku akan membebaskan aliran energi itu,” jawab sosok tersebut.
Ki Jaya tertegun. Ia tahu bahwa roh-roh yang terperangkap di tempat itu adalah mereka yang terdampak oleh kekuatan jahat, yang ingin menyerap energi hidup dari bumi. Mungkin dengan menumpahkan roh-roh ini, energi yang tersimpan dapat mengalir kembali ke permukaan dengan lancar. Namun, untuk mencapai itu, dia harus mempersiapkan diri menghadapi berbagai tantangan yang akan datang.
Selama beberapa minggu ke depan, Ki Jaya mengumpulkan keberanian dan membekali dirinya dengan pengetahuan yang didapat dari nenek moyangnya. Ia mencari para biksu dan dukun di desa lain untuk membantunya memahami lebih dalam tentang roh-roh dan ritual yang diperlukan untuk membebaskan mereka dari penjara energi tersebut.
Pada malam yang ditunggu-tunggu tiba, Ki Jaya kembali ke gua dengan para pembantunya. Mereka membawa berbagai sesaji—air suci, beras, dan bunga yang indah—sebagai ungkapan permohonan dan penghalau energi negatif. Dengan persiapan yang baik, mereka berharap bisa berhasil menyelesaikan misi ini.
Sesampainya di gua, mereka mulai melakukan ritual. Ki Jaya memimpin dengan suara tegas, memanggil roh-roh itu dan meminta mereka untuk memberikan sinyal. Suara gemuruh kembali menggema, dan sosok bayangan itu muncul kembali. Ia terlihat lebih besar dan lebih marah.
“Bukan hanya sembarangan orang yang bisa membebaskan roh-roh ini! Kalian akan menghadapi konsekuensinya,” teriaknya.
Ki Jaya tidak gentar. Ia terus mengucapkan mantra dan berharap agar rekan-rekannya tetap fokus. Dengan setiap kata yang terucap, daerah sekitar gua bergetar, batunya bergetar, dan cahaya dari batu bersinar semakin terang.
Ketika cahaya mencapai puncaknya, ujung batu besar itu retak, dan cahaya meluap ke luar. Dari dalam retakan itu, terlihat bayangan-bayangan beraneka ragam, roh-roh yang terperangkap dan mengeluarkan suara keluhan.
Dengan satu suaranya, Ki Jaya membebaskan mereka: “Para roh, kembalilah! Anda semua bebas dari belenggu ini. Kembalilah ke pangkuan Bumi!”
Tiba-tiba, cahaya putih menyeruak keluar dari retakan tersebut, mengalir deras ke seluruh penjuru gua. Ki Jaya merasa kekuatan besar membanjiri tubuhnya, dan saat itu, sosok bayangan itu berteriak marah, kemudian menghilang dalam kabut hitam yang melayang pergi.
Akhirnya, semua roh yang terperangkap berhasil bebas dan dengan lembut melesat keluar gua. Energi dari batu itu memancar dengan indah, memenuhi seluruh desa Agung dengan cahaya hangat dan rasa damai. Ki Jaya dan para pembantunya bersukacita melihat bahwa aliran energi yang selama ini terputus kini mengalir dengan semangat kembali.
Keesokan harinya, Ki Jaya terbangun dengan perasaan baru—sebuah kedamaian yang mengalir di dalam dirinya. Ia keluar dari tempatnya dan melihat desa yang hidup dengan ceria. Matahari bersinar cerah, dan masyarakat desa berkumpul merayakan keberhasilan. Diberitakan bahwa ki Jaya dan teman-temannya telah melawan kegelapan dan mengembalikan keseimbangan. Tidak ada yang bisa memisahkan mereka dari kekuatan energi bumi yang selama ini mereka jaga.
Sejak hari itu, Ki Jaya tak lagi menjelaskan bahwa dia hanya seorang penjaga. Dia menjadi legenda, sebuah simbol harapan dan keberanian. Sumber kehidupan yang pulih membuat Desa Agung berkembang dan semakin terhubung dengan alam. Ubud, tempat tinggalnya, menjadi bukti bahwa kapan pun bumi terancam, akan selalu ada pet guardian di sana untuk melindungi aliran energi dan menjaga kehidupan.
—
**Deskripsi gambar untuk artikel:**
Gambar yang menyertai cerita ini menggambarkan Ki Jaya, seorang pria tua dengan pakaian tradisional desa, berdiri di depan gua yang berkilau dengan cahaya lembut. Di sekitar gua terdapat pohon-pohon besar dan tanaman hijau yang rimbun, sementara sorot cahaya dari dalam gua menerangi wajah Ki Jaya, yang menunjukkan ketegasan dan semangatnya sebagai Penjaga Aliran Energi Bumi. Di latar belakang, terlihat sosok bayangan besar dan gelap yang mengawasi gua, menambah nuansa misterius dan menegangkan dari cerita.