ID Times

situs berita dan bacaan harian

Penjaga Zaman Es di Kedalaman Bumi

Di dalam perut bumi yang dalam dan gelap, terdapat sebuah dunia yang terlupakan oleh waktu. Dalam kegelapan itu, tersembunyi harta karun dari zaman purba—sisa-sisa makhluk raksasa yang pernah menguasai dunia, dan yang tak pernah dilihat oleh mata manusia modern. Pada sebuah gua yang sangat dalam, di mana suhu berhenti berada di atas titik beku, seorang pria bernama Damar menjalani tugas yang sangat berat: menjadi penjaga zaman es.

Damar adalah keturunan terakhir dari garis keturunan yang telah menjaga gua tersebut selama ribuan tahun. Di balik penampilannya yang biasa, tersimpan kebijaksanaan yang mendalam dan rasa hormat yang besar terhadap sejarah. Dengan kampak di tangan dan peluit paduan logam di lehernya, ia tinggal di antara stalaktit dan stalagmit yang menari-nari dalam cahaya neon lembut dari lampu senter yang ia bawa.

Pagi itu, Damar bangun dengan rasa gelisah yang tak biasa. Hembusan angin dingin yang menerpa pipinya seakan memberitahunya bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Dia membuka pintu gua besar yang sudah tertutup debu selama bertahun-tahun. “Gua Es,” begitu orang-orang menyebutnya, adalah perlindungan bagi ratusan fosil dinosaur, mammoth, dan berbagai makhluk prasejarah yang terawetkan dalam es abadi. Damar melangkah dengan hati-hati, menjelajahi lorong-lorong yang gelap.

Ketika ia sampai di ruang utama gua, pemandangan yang biasa dilihatnya kini berubah. Es yang menyelimuti middle chamber terlihat retak di beberapa tempat. Sebuah jamunya yang aneh, seakan menunggu untuk mengungkapkan rahasia yang telah lama terpendam, menonjol dari celah dinding gua. Damar merasakan intensnya getaran dari dalam dinding gua, sesuatu yang belum pernah dirasakannya sebelumnya.

Ia menggenggam kampaknya lebih erat ketika melangkah lebih dekat. Seketika, muncul cahaya biru yang menerangi seluruh ruangan ketika Damar menyentuh jamunya. Cahaya itu menggulir keluar mengungkapkan gambar-gambar bergerak dari zaman prasejarah. Damar bisa melihat sosok dinosaur raksasa merumput di padang, mammoth berjalan perlahan di bawah cahaya bulan, dan pemandangan alam yang megah. Namun, semuanya berakhir dengan sebuah suasana kelam. Adegan bencana alam yang mengerikan terhampar di hadapannya—gunung berapi yang erupsi, gletser yang mencair, dan cuaca yang berubah drastis.

Damar tertegun, dan jantungnya berdebar dengan cepat. Ia mengerti bahwa jamu itu bukan sekedar hiasan. Seolah jamu itu memperingatkan akan bahaya yang mungkin menghancurkan semua yang ada. Di luar gua, dunia yang dianggap aman bisa saja berada di ambang kehancuran. Rasa tanggung jawab bertelur dalam pikirannya, dan ia tahu bahwa sebagai penjaga zaman es, ia tak bisa mengabaikan apa yang baru ia temui.

Ia memutuskan untuk beranjak keluar dari gua, menembus kelembapan dan kegelapan menuju permukaan. Dalam perjalanan, ia bertemu dengan wahana modern yang tak pernah ia saksikan sebelumnya, alat-alat menggali yang mendobrak permukaan tanah. Perusahaan besar tengah berupaya mengeksploitasi sumber daya mineral di daerah sekitar, dan Damar tahu bahwa hal ini bisa berakibat fatal. Tidak hanya untuk dunia modern, tetapi juga untuk warisan sejarah yang telah ia jaga selama ini.

Di luar, Damar melihat banyak pekerja yang berdesakan dengan alat berat. Namun, ia merasa terasing. Kulitnya yang kekuningan dan pakaiannya yang sederhana menarik perhatian mereka, tetapi Damar tidak terganggu. Ia mendekati petugas pengawas yang berdiri di dekat buldozer raksasa, “Anda tidak bisa menggali di sini,” katanya dengan tegas.

Petugas itu menatapnya dengan skeptis. “Siapa kamu? Tempat ini milik kami sekarang. Kami bisa melakukan apa pun yang kami mau!”

Damar merasa darahnya mendidih. “Tempat ini menyimpan cerita-cerita besar, sejarah berharga yang tidak bisa Anda pajang di museum. Di bawah tanah ini, ada sesuatu yang lebih besar dari yang terlihat!”

Petugas itu hanya tertawa, “Kau sepertinya hanya orang gila yang tidak mengerti pentingnya uang. Kami sedang melakukan pekerjaan yang lebih besar dari cerita lama.”

Damar tak bisa membiarkan ini terjadi. Dengan berani, ia memutuskan untuk memberikan peringatan. Ia memberikan penjelasan tentang jamu yang ia temui, tentang badai yang akan datang jika gletser yang ada di dalam gua meluruh dan melepaskan es slab yang mengancam ketersediaan air dan ekosistem. Namun, tangisan Damar ditanggapi dengan sinis oleh para pekerja yang lebih mementingkan keuntungan jangka pendek.

Malam harinya, ketika Damar kembali ke gua, ia merasa semakin berat. Ia merapatkan tubuh di balik stalagmit dan memejamkan mata, berharap bisa menemukan jawaban di dalam mimpinya. Mimpinya penuh dengan penglihatan dari zaman purba, sosok-sosok yang meminta bantuan. Mereka semua mengalami kehidupan yang penuh kesedihan karena kehampaan yang ditinggalkan oleh bencana alam.

Ketika pagi menjelang, Damar terbangun dengan semangat baru. Ia harus melakukan sesuatu. Buka semua kemungkinan untuk menghentikan kerusakan itu. Dalam perjalanan, ia menemui seorang ilmuwan bernama Mira, yang telah meneliti tentang perubahan iklim, dan bersama mereka mencoba menemukan cara untuk menghentikan penggalian tersebut.

“Kalau kita bisa memberi tahu masyarakat tentang apa yang ada di bawah tanah ini, tentang pentingnya menjaga warisan kita, mungkin mereka akan mendengarkan,” kata Mira penuh semangat.

Damar mengangguk. Bersama mereka merencanakan sebuah pameran luar ruangan yang menceritakan keindahan sejarah di dalam gua. Mereka menggandeng seniman lokal untuk menggambarkan kembali suasana purba, dan untuk menampilkan betapa beragamnya ekosistem yang pernah ada. Presentasi ini diharapkan dapat menggugah hati para pekerja dan pemimpin perusahaan mengenai betapa berharganya warisan yang ada dan betapa besar dampak yang akan ditimbulkan.

Hari penting itu tiba, dan mereka melakukan presentasi di alun-alun kota, membawa video dari gambar-gambar prasejarah ke masyarakat umum. Damar melihat ketertarikan mulai tumbuh. Dia berbicara kepada kerumunan, membagikan cerita dan pentingnya menjadi penjaga warisan. “Kita semua adalah penjaga,” serunya. “Pada saat kita melindungi yang lama, kita melindungi diri kita sendiri.”

Akhirnya, perubahan mulai terlihat. Beberapa dari para pekerja mulai meragukan rencana mereka. Perusahaan menyadari bahwa mengeksplorasi bukanlah satu-satunya opsi. Masyarakat memberikan tekanan agar mereka menghentikan proyek tersebut dan melestarikan tempat yang menyimpan harta tak ternilai ini.

Damar merasa lega. Ia telah menjadi suara untuk yang tak bersuara, dan bersama Mira, mereka berjuang untuk mengubah nasib yang merugikan banyak makhluk maupun sejarah yang terpendam di dalam lapisan es abadi. Mereka mengoperasikan program pelestarian yang memberikan pengetahuan tentang pentingnya sejarah dan lingkungan kepada generasi mendatang.

Setelah bertahun-tahun bergelut, akhirnya Gua Es diakui sebagai kawasan pelestarian yang dilindungi. Damar, penjaga zaman es, kembali ke tempatnya—tapi sekarang, ia tidak sendirian. Dia disertai orang-orang yang memahami nilai penting apa yang mereka lestarikan, baik untuk masa lalu maupun mati depan.

***

**Deskripsi Gambar:**

Gambar tersebut menunjukkan seorang pria dengan rambut panjang dan berantakan, berpakaian ala petualang, berdiri di dalam gua yang gelap dan misterius. Di belakangnya terdapat stalaktit dan stalagmit, sementara sekelilingnya dipenuhi dengan cahaya biru yang memancar dari sebuah jamu misterius yang bersinar. Ekspresi wajahnya terlihat tegas dan bersemangat, seakan siap untuk melindungi warisan alam yang berada di bawah kakinya.

**Judul: Penjaga Zaman Es di Kedalaman Bumi**

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *