ID Times

situs berita dan bacaan harian

Penghuni yang Terlupakan di Dalam Bumi

Di tengah hutan tebal yang tertutup kabut, terdapat sebuah desa kecil bernama Desa Cempaka. Desa ini dikelilingi oleh mitos dan legenda yang sudah ada sejak lama. Salah satu cerita yang sering diungkapkan oleh warga desa adalah tentang penghuni di dalam bumi—makhluk misterius yang konon sudah bertahun-tahun bersembunyi di kedalaman tanah, terlupakan oleh orang-orang di atas permukaan.

Di desa itu, tinggal seorang pemuda bernama Ardi. Ia adalah seorang petualang jiwa, mencintai alam dan senang menjelajahi tempat-tempat misterius. Sejak kecil, Ardi selalu terpesona oleh cerita-cerita yang diceritakan oleh neneknya tentang penghuni yang terlupakan. Ia membayangkan makhluk aneh dengan tubuh yang lumayan besar, berkulit hijau lumut, dan mata bercahaya seperti bintang di malam hari. Suatu hari, rasa penasarannya mengundang niat untuk mencari tahu lebih jauh.

Ardi bertekad untuk menemukan mereka. Ia mulai mengumpulkan bekal untuk sebuah perjalanan. Sejak pagi, ia menyiapkan peralatan yang diperlukan—sebuah senter, beberapa jenis makanan, dan buku catatan untuk mencatat segala sesuatu yang ia temui. Sore harinya, ketika matahari mulai tenggelam dan langit berwarna merah, Ardi mengucapkan selamat tinggal kepada keluarganya dan melangkah masuk ke dalam hutan.

Hutan itu lebat dan misterius. Suara burung hantu dan bisikan angin seakan mengantar setiap langkah Ardi. Setelah menempuh jarak yang cukup jauh, ia menemukan sebuah gua yang tersembunyi di balik semak-semak. Mulut gua itu gelap dan dingin, seolah mengundangnya untuk masuk. Dengan berani, Ardi menghidupkan senter dan melangkah ke dalam.

Di dalam gua, suasananya jauh berbeda dari luar. Kegelapan dan kesunyian menyelimuti, hanya ada suara tetesan air yang menempel di dinding gua. Ia berjalan lebih jauh, dan tiba-tiba senter di tangannya memancarkan cahaya lembut yang menyoroti ukiran-ukiran kuno di dinding. Ardi memperhatikan gambar-gambar tersebut; mereka menggambarkan makhluk aneh yang ia dengar dalam cerita. Rupanya, mitos itu bukan sekadar cerita belaka.

Satu demi satu gambar itu menceritakan kehidupan penghuni gua. Mereka adalah makhluk yang memiliki kemampuan luar biasa, mampu berinteraksi dengan alam dan menjaga keseimbangan di dalamnya. Namun, konflik dengan manusia yang selalu ingin mengeksplorasi dan menguasai hutan membuat mereka terpaksa bersembunyi. Ardi merasa hatinya bergetar. Mungkin mereka masih ada di sini.

Tetapi saat ia melangkah lebih jauh, tiba-tiba, tanah di bawahnya goyang, dan Ardi terjatuh ke dalam ruang yang lebih besar. Ketika matanya terbiasa dengan kegelapan, ia melihat sepintas cahaya berwarna hijau bijak. Dengan hati-hati, ia mendekati cahaya itu dan menemukan sekelompok makhluk kecil—perwujudan dari cerita-cerita neneknya. Mereka memandang Ardi dengan mata penuh rasa ingin tahu.

“Mengapa kau datang ke sini, manusia?” tanya salah satu dari mereka. Suaranya lembut dan bergetar.

“Saya… saya ingin tahu tentang kalian,” jawab Ardi, berusaha mengumpulkan keberanian. “Cerita-cerita tentang kalian selalu membuat saya penasaran. Kenapa kalian bersembunyi?”

Makhluk itu saling memandang sebelum akhirnya dengan bijak ia menjawab, “Kami terlupakan oleh dunia di atas. Kami adalah penjaga hutan, tetapi banyak dari kalian tidak percaya atau takut pada kami. Kami memilih untuk menjauh daripada dilukai.”

Pertemuan itu berlangsung harmonis dan hangat. Ardi diberi kesempatan untuk belajar tentang mereka—kisah-kisah kehidupan sehari-hari, kekuatan yang menghubungkan mereka dengan alam, dan bahkan ritual-ritual magis yang mereka laksanakan untuk menjaga hutan tetap subur. Mereka menjelaskan bahwa kehadiran manusia yang serakah telah membuat mereka bersembunyi.

Namun, di tengah kehangatan pertemanan itu, ada gejolak yang menghantui. Mereka memberitahukan Ardi tentang rencana manusia yang akan menghancurkan hutan untuk pembangunan jalan raya. “Jika hutan ini hilang, maka kami pun akan hilang. Kami tidak bisa berbuat apa-apa. Kami sudah terlalu lama bersembunyi.”

Ardi terenyuh. Ia menyadari bahwa dirinya adalah satu-satunya penghubung antara dunia mereka dan manusia. Ia merasa berutang budi untuk membantu makhluk-makhluk itu. “Saya akan memberi tahu orang-orang di desa tentang kalian. Saya tidak akan membiarkan ini terjadi!” kata Ardi penuh semangat.

Setelah pertemuan itu, Ardi kembali ke permukaan. Ia tergesa-gesa menyuarakan penemuan miliknya kepada orang-orang di desa. Namun, banyak yang tidak percaya. Mereka hanya menganggapnya sebagai sebuah imajinasi seorang pemuda yang terpesona dengan hutan. Beberapa bahkan menertawakan kebodohannya.

Tidak menyerah, Ardi memanggil semua anak-anak desa dan mengajak mereka untuk menjelajahi gua bersama. Dengan harapan bahwa jika mereka melihat, mereka akan percaya. Menariknya, setelah berhari-hari menunggu, anak-anak itu akhirnya mengikuti Ardi ke dalam hutan. Ketika mereka tiba di gua, suasana terasa berbeda. Ardi mulai menceritakan kisah penghuni gua itu.

Tapi, alih-alih melihat makhluk-makhluk itu muncul, yang mereka temui hanyalah sunyi dan gelap. Ardi terpukul, tetapi dalam hatinya, ia tahu bahwa mimpi memiliki harapan yang lebih besar. Dia mengajak anak-anak untuk menjaga hutan dan mendengarkan suara alam. “Jika kita menjaga hutan ini, mungkin penghuni itu akan kembali.”

Seiring waktu, anak-anak desa mulai belajar untuk mencintai dan melindungi hutan. Mereka membentuk kelompok yang bertujuan untuk menjaga lingkungan, mengatur kegiatan bersih-bersih, dan merawat tumbuhan. Perlahan, kepercayaan bertumbuh di antara mereka. Mereka percaya bahwa ada sesuatu yang lebih besar dari mata, sesuatu yang berharga di dalam bumi.

Suatu malam, ketika bulan purnama bersinar terang, Ardi berdiri di tepi hutan dan menatap langit. Ia merasakan kehadiran sesuatu yang berbeda. Tiba-tiba, makhluk-makhluk itu muncul satu per satu, dengan senyum di wajah mereka. “Kami telah melihat usaha kalian dan karenanya, kami kembali,” kata salah satu dari mereka.

Ardi tidak bisa menahan rasa senangnya. “Terima kasih telah percaya kembali pada kami,” lanjut makhluk itu. “Sekarang, kami akan membantu kalian menjaga keseimbangan. Mari kita hidup berdampingan.”

Hari-hari berlalu, dan Desa Cempaka menjadi terkenal sebagai desa yang melindungi hutan. Penghuni yang terlupakan mulai menjalin hubungan baik dengan manusia. Mereka berbagi pengetahuan tentang tanaman obat, cara menjaga lingkungan, dan membantu manusia untuk lebih memahami alam.

Ardi mulai merasa bahwa ia telah menemukan tujuan hidupnya—menjadi jembatan antara dua dunia. Dalam proses itu, ia belajar bahwa setiap makhluk berharga, dan hutan tidak hanya rumah bagi hewan dan tumbuhan tetapi juga milik semua yang hidup. Di dalam hati, ia tahu bahwa tantangan dan kerja keras membawa hasil yang lebih baik, menggandeng dua dunia menuju harmoni.

Desa Cempaka kini tidak lagi dikenal sebagai tempat yang terasing, melainkan sebagai jembatan antara manusia dan penghuni bumi yang terlupakan. Dan di sanalah, di dalam hutan yang lebat, kisah-kisah baru akan terukir seiring waktu, di mana penghuni harus terus saling menjaga dan mengingat—dan ikatan itu tidak akan pernah terlupakan.

**Gambaran gambar untuk artikel**: Sebuah ilustrasi menakjubkan yang menggambarkan pemuda Ardi yang berdiri di tepi gua gelap dengan cahaya senter yang memancarkan sinar lembut, menyoroti makhluk-makhluk kecil yang magis dengan kulit hijau lumut dan mata bercahaya. Latar belakangnya adalah hutan yang lebat dan misterius, dihiasi dengan daun-daun berkilauan, memberi nuansa petualangan dan keajaiban. Di atas, bulan purnama bersinar dengan terang, menciptakan atmosfer yang misterius dan penuh harapan.

**Penghuni yang Terlupakan di Dalam Bumi**

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *