ID Times

situs berita dan bacaan harian

Makhluk yang Mengendalikan Gempa Bumi

Di balik suara gemuruh dan deru angin, di kaki Gunung Merapi, terdapat sebuah desa kecil bernama Gedeh. Desanya tampak tenang di siang hari, tetapi banyak warganya yang dikhianati oleh ketakutan saat malam tiba. Diceritakan oleh nenek moyang, desa itu berada di atas kekuatan misterius—makhluk yang mengendalikan gempa bumi.

Kisah ini dimulai dengan seorang pemuda bernama Rangga. Ia adalah seorang sejarawan muda yang baru saja pulang dari studi di luar negeri. Rangga sangat ingin melestarikan warisan cerita rakyat yang ada di desanya. Ia sering mendengar cerita tentang makhluk yang disebut “Sang Penjaga Bumi” dari kakeknya. Kakeknya berkata bahwa makhluk itu mampu mengendalikan gempa bumi dan sering kali muncul ketika alam, atau manusia, melanggar aturan yang telah ditetapkan sejak lama.

Suatu malam, Rangga duduk di teras rumahnya sambil memandangi langit berbintang. Suara jangkrik mengisi malam yang hening. Ia teringat pada cerita-cerita yang pernah ia dengar. Dengan semangat, ia memutuskan untuk melacak kebenaran tentang makhluk tersebut.

Keesokan harinya, Rangga mengunjungi perpustakaan desa. Di sana, ia menemukan buku tua yang berisi catatan tentang Sang Penjaga Bumi. Buku itu menceritakan bagaimana makhluk ini berasal dari inti bumi dan menjaga keseimbangan alam. Jika manusia berbuat kesalahan, makhluk itu akan menghukum dengan gempa bumi. Namun, jika manusia hidup selaras dengan alam, Sang Penjaga akan memberikan berkah.

Dalam pencariannya, Rangga bertemu dengan seorang wanita tua bernama Dewi. Dewi adalah dukun desa yang memiliki pengetahuan luas tentang tradisi dan mitos. Ketika Rangga bercerita tentang pencariannya, Dewi tersenyum dan berkata, “Anakku, hati-hati dengan pencarianmu. Sang Penjaga Bumi adalah makhluk yang tidak bisa dianggap remeh.”

Bermula dari kata-kata Dewi, Rangga mulai mencari tahu lebih lanjut, bahkan melakukan ritual untuk memanggil Sang Penjaga Bumi. Ia mengundang beberapa warga desa untuk bergabung dalam acara tersebut, dan pada malam ritual, mereka berkumpul di tepi sungai. Dengan panji-panji yang dihias indah dan dupa yang menyebar aroma, Rangga memimpin doa dengan harapan bisa mendapatkan petunjuk.

Tiba-tiba, tanah bergetar. Gelombang suara datang dari perut bumi, menakutkan para penduduk desa. Mereka panik dan berlari, tetapi Rangga justru berdiri tegak, merasakan ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi. Dalam kegelapan malam, dari celah tanah, muncul cahaya biru yang menyilaukan.

Dari cahaya itu, perlahan-lahan, muncul sosok makhluk besar dengan tubuh yang ramping dan bersisi batu. Warga desa terdiam dan terpesona. Sang Penjaga Bumi menatap Rangga dengan mata yang dalam.

“Aku telah datang akibat doamu, Rangga,” suara makhluk itu terasa dalam dan bergema di sekeliling.

“Siapa kamu?” tanya Rangga dengan berani.

“Aku adalah Sang Penjaga Bumi. Aku menjaga keseimbangan alam ini. Manusia, kalian telah melanggar banyak aturan dan merusak lingkungan. Itulah mengapa aku datang,” jawab makhluk itu.

Rangga merasakan beban yang luar biasa atas apa yang telah dilakukan umat manusia. Dalam hatinya, ia berjanji untuk berjuang untuk melindungi alam. “Apa yang bisa aku lakukan untuk memperbaikinya?” tanyanya.

“Sekali lagi, jalinlah hubungan dengan alam. Ajukan kasih sayangmu kepada tumbuh-tumbuhan dan makhluk hidup lain. Ingatlah bahwa setiap tindakanmu berpengaruh pada keseimbangan ini,” kata Sang Penjaga.

Setelah memberikan pesan itu, makhluk itu perlahan-lahan menghilang, meninggalkan Rangga dengan rasa tanggung jawab yang mendalam. Detik setelahnya, guncangan mereda, tetapi ketenangan baru lahir di hati Rangga.

Sejak malam itu, Rangga memutuskan untuk mendedikasikan hidupnya untuk melindungi alam. Dia mengorganisir program-program lingkungan, mengedukasi warga desa tentang pentingnya menjaga keseimbangan dan menghormati alam. Perlahan, desa Gedeh mulai bangkit kembali. Sawah-sawah berfungsi baik, hutan-hutan sekitarnya tumbuh subur, dan warga desa pun mulai merasakan kedamaian.

Namun, perubahan yang dilakukan Rangga tidak serta-merta membuat semua masalah hilang. Pada suatu malam, saat bulan purnama bersinar terang, hujan deras mengguyur desa. Tanah bergetar lagi, tanda-tanda buruk mulai terlihat. Gempa bumi yang dahsyat kembali berlangsung. Warga desa panik, namun Rangga ingat pesan Sang Penjaga. Dia mengajak warga untuk tetap tenang dan bersama-sama melakukan ritual permohonan kepada alam.

Setelah mengumpulkan semua orang di lapangan tengah desa, Rangga memimpin doa dengan suara tegas. Ia berusaha menyalurkan harapan dan rasa syukur kepada Sang Penjaga. Di tengah ritual, kembali cahaya biru muncul dari dalam tanah, melawan gelapnya malam.

Dalam wujud Sang Penjaga Bumi, makhluk itu berbicara. “Apa kalian berdoa untuk memohon ampunan?” tanyanya.

“Ya, kami hanya ingin melindungi dan menjaga bumi ini,” jawab Rangga dengan keyakinan.

“Baiklah,” kata Sang Penjaga, “Tapi ingatlah, setiap janji harus ditepati. Jaga cinta kalian terhadap alam dengan tindakan nyata.”

Dengan kata-kata itu, gempa mereda, dan makhluk tersebut kembali menghilang. Warga desa berpelukan, merasakan rasa syukur yang mendalam. Rangga memahami bahwa perjuangan ini tidak hanya untuk dirinya, tetapi seluruh umat manusia. Mereka harus bersatu untuk melindungi bumi demi generasi mendatang.

Sejak saat itu, Rangga menjadi pemimpin dalam komunitasnya. Dia membuat program pelatihan bagi orang-orang muda di desa tentang cara bertani yang ramah lingkungan, serta kampanye untuk melestarikan hutan. Berkat kerja kerasnya, desa Gedeh kembali sejahtera. Gempa bumi mungkin tidak akan pernah bisa dihindari sepenuhnya, tetapi dengan saling menghormati dan menjaga lingkungan, mereka bisa mengurangi dampaknya.

Cerita Rangga dan makhluk Sang Penjaga Bumi menjadi legenda yang diceritakan dari generasi ke generasi. Di tengah ancaman modernisasi dan kerusakan lingkungan, cerita ini berfungsi sebagai pengingat akan tanggung jawab manusia terhadap bumi. Hanya dengan hidup selaras, mereka bisa melindungi diri dan menjaga keberadaan Sang Penjaga.

Saat Senja menghangatkan langit di atas Gunung Merapi, Rangga memandangi tanah yang subur dan cerah, berharap bahwa kehidupannya akan selalu sejalan dengan pesan Sang Penjaga Bumi. Di sinilah harapan yang baru lahir, dan semangat menjaga alam akan terus bergema dalam hati setiap generasi.

**Deskripsi Gambar untuk Artikel:**

Gambar yang menggambarkan Gunung Merapi dengan latar belakang langit senja yang memukau, memberikan kesan tenang dan damai di tengah keindahan alam. Di depan gunung, terlihat desa Gedeh dengan rumah-rumah sederhana dan kebun yang subur. Dalam gambar tersebut, di tengah ladang, terdapat sosok Rangga yang berdiri dengan tangan terbuka, seolah berdoa dan memohon kepada Yang Maha Kuasa dengan rasa syukur yang dalam. Sebuah cahaya biru misterius yang melambangkan keberadaan Sang Penjaga Bumi terlihat di ujung horizonte, memberikan kesan magis dan harapan yang cerah.

**Judul: Makhluk yang Mengendalikan Gempa Bumi**

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *