ID Times

situs berita dan bacaan harian

Makhluk yang Membangun Terowongan Tanpa Akhir

Di dalam sebuah hutan bisa dibilang magis, yang terletak di antara lembah yang rimbun dan pegunungan tinggi, terdapat sebuah misteri yang sulit dipahami oleh manusia. Di tengah kegelapan hutan, terdapat sebuah terowongan yang konon tidak memiliki ujung. Para penduduk desa terdekat sering mendengar desas-desus tentang makhluk aneh yang membangun terowongan tersebut—makhluk yang tidak pernah terlihat oleh manusia, tetapi sering kali meninggalkan jejak yang membingungkan.

Makhluk itu dikenal sebagai “Tunneler”, meski tidak ada orang yang pernah melihat wujudnya secara langsung. Hanya suara desakan tanah dan gemuruh yang menggaung di dalam terowongan yang menjadi saksi bisu keberadaannya. Tunneler konon memiliki tujuan untuk mencari sesuatu yang sangat berharga, sesuatu yang tidak akan pernah didapatkannya.

Suatu hari, seorang pemuda bernama Arka, yang dikenal sebagai anak yang penasaran dan berani, memutuskan untuk menyelidiki terowongan misterius itu. Ia mendengar banyak cerita dari orang tua di desanya tentang Tunneler—bagaimana makhluk itu akan muncul saat malam bulan purnama dan bagaimana terowongan itu selalu diperpanjang tanpa ada akhir.

Dengan rasa ingin tahunya yang menyala, Arka mempersiapkan diri. Ia membeli lampu senter, membawa peta hutan, dan membekali diri dengan makanan secukupnya untuk perjalanan panjang. Saat malam tiba, ia berangkat ke hutan, dipandu oleh sinar bulan yang menembus pepohonan.

Setelah berjalan beberapa waktu, Arka akhirnya sampai di ujung terowongan. Suara gemuruh tanah terdengar seperti lagu bagi telinganya, dan aroma tanah basah mulai mengisi hidungnya. Dengan semangat menggelora, Arka melangkahkan kakinya ke dalam kegelapan terowongan.

Begitu memasuki terowongan, suasana berubah drastis. Dinding tanah lembab mengelilinginya, seolah-olah menyambut kehadirannya. Digeber oleh rasa penasaran, ia terus berjalan. Tidak ada tanda-tanda bahwa ia semakin mendekati ujung terowongan; di mana pun dia pergi, yang dia lihat hanyalah kegelapan.

Selama berjam-jam dia berjalan, Arka mulai merasa lelah. Saat itulah, ia mendengar suara—suara yang terdengar jauh namun sangat jelas. Suara itu terdengar seperti seseorang yang sedang menggali, dengan irama yang teratur, dan sesekali diiringi oleh suara geraman halus. Arka merasakan jantungnya berdegup kencang. Apakah itu suara Tunneler?

Semangatnya kembali berkobar. Ia mempercepat langkahnya, ingin tahu lebih jauh. Ketika mendekati sumber suara, ia merasakan hawa dingin yang menjalar di tubuhnya. Di depan mata, dalam gelap meremang, ia melihat cahaya biru yang menyilaukan. Menarik nafas dalam-dalam, ia melangkah lebih jauh.

Cahaya biru itu berasal dari sebuah ruangan besar di dalam terowongan. Di tengah ruangan itu, Arka melihat makhluk aneh—Tunneler. Makhluk itu memiliki tubuh berwarna perak keabuan seperti logam, dengan lengan panjang yang lentur dan wajah yang tidak bisa dikenali, hanya berupa bentuk oval licin dengan dua mata berkilau seperti bintang. Tunneler tampak sangat fokus pada pekerjaannya, menggali tanah dengan kecepatan luar biasa.

Dengan hati-hati, Arka melangkah lebih dekat, menahan napas. Ia ingin tahu apa yang sedang dilakukan makhluk itu. Tunneler tampak tidak menyadari kehadirannya, terbenam dalam dunia kecilnya—dunia di mana semua harapan dan kerinduan dikubur dalam tanah.

Arka memperhatikan sekeliling. Di sudut ruangan, ia melihat tumpukan benda-benda aneh yang tampak berharga—koin emas, permata, dan benda-benda kuno yang tidak dikenali. Namun, Tunneler tidak terlihat tertarik pada benda-benda itu. Ia terus menggali dan menggali, seolah-olah mencari sesuatu yang lebih dari sekadar harta.

Melihat semua itu, Arka merasakan dorongan untuk berbicara. “Hai!” panggilnya pelan. Suara Arka bergetar di dalam ruang yang sunyi. Tunneler berhenti sejenak, mengalihkan pandangannya ke arah Arka. Wajah makhluk itu tampak tertegun, seakan-akan baru pertama kali mendengar suara manusia.

“Apa yang kau cari?” tanya Arka berani. “Mengapa kau terus menggali?”

Tunneler tidak segera menjawab. Segera setelah itu, ia bergerak lagi, tangan panjangnya menggali dengan penuh semangat. Arka merasa bingung, tetapi tidak menyerah. “Aku bisa membantumu! Mungkin ada cara kita bisa bekerja sama?” katanya lagi.

Tunneler berhenti dan akhirnya berbicara dengan suara serak yang seolah berasal dari kedalaman bumi. “Aku bukan mencari harta, anak muda. Aku mencari kenangan yang hilang—kenangan yang harus kembali, namun terjebak di dalam kegelapan ini.”

“Kenangan? Kenapa kau menggali untuk itu?” tanya Arka, tidak mengerti.

“Tahun-tahun yang lalu, sebelum menjadi Tunneler, aku adalah bagian dari dunia yang lebih besar. Suatu bencana menghancurkan segalanya, dan kenangan itu terperangkap di sini, di dalam tanah. Aku tidak bisa pergi sampai aku menemukan semua potongan kenangan itu.” Suara Tunneler mengandung kesedihan yang mendalam.

Arka merenung. Sebuah pikiran muncul di benaknya. “Mungkin kenangan itu bisa kembali ke tempatnya jika kita mengumpulkannya. Ayo kita bekerja sama!”

Sejak saat itu, keduanya mulai bekerja bersama. Arka membantu Tunneler menggali sembari mengumpulkan potongan-potongan kenangan itu—gambar-gambar samar, suara-suara yang terjebak, dan banyak hal lain yang tidak terjelaskan, namun sangat berharga. Setiap kali mereka menemukan sesuatu yang kuat dan berarti, cahaya biru itu semakin terang.

Hari demi hari berlalu, dan sepertinya waktu tidak berpengaruh di terowongan, mereka terus bekerja tanpa lelah. Arka belajar tentang cerita Tunneler dan mengerti betapa beratnya kehilangan yang dialami makhluk itu. Tunneler, di sisi lain, mulai merasakan harapan dan rasa persahabatan yang belum pernah ia alami selama berabad-abad.

Suatu hari, saat mereka berhasil menemukan kenangan terakhir—sebuah lukisan besar yang menunjukkan hari-hari bahagia di dunia sebelum bencana—Tunneler mulai berkedip dan bergetar. “Ini dia,” bisiknya gembira. “Akhirnya! Kenangan ini akan memecahkan kutukan yang membelengguku.”

Arka merasakan perasaan haru mendalam. Namun, saat Tunneler menggali tanah sekali lagi, tubuhnya mulai memudar, seolah-olah cahaya yang selama ini mengelilinginya mulai pudar. “Tunneler? Apa yang terjadi?” Arka berteriak dengan panik.

“Terima kasih, Arka. Kawan yang baik. Saat kenangan ini kembali, aku akan pergi, namun aku akan membawakan kalian semua cahaya dan kehangatan dari dunia yang hilang itu,” ucap Tunneler, sebelum menghilang sepenuhnya.

Mendadak, ruangan itu dipenuhi cahaya biru yang bersinar cerah. Potongan-potongan kenangan melayang di sekeliling Arka, membentuk gambaran dunia yang pernah menghangatkan. Dalam suaranya, terdengar gelak tawa anak-anak, suara alam, dan kenangan yang pernah mengisi kehidupan.

Arka merasakan suatu keajaiban. Ia menyaksikan bagaimana Tunneler berhasil melepaskan semua kenangan hilang yang kembali, dan saat itu juga, ia sadar bahwa meskipun Tunneler telah pergi, ia tidak akan pernah dilupakan. Terowongan yang mereka bangun berfungsi sebagai jembatan antara dunia yang hilang dan dunia yang ada sekarang.

Dengan semangat baru, Arka meninggalkan terowongan dan kembali ke desanya, membawa cerita yang akan diceritakan bergeneration-scale: kisah tentang sahabat yang berbagi kenangan dan keajaiban tiada akhir.

**Deskripsi Gambar untuk Artikel:**
Gambar berfokus pada suasana gelap dalam terowongan, dengan cahaya biru cerah yang memancar dari tengah ruangan. Di tengah gambar ada sosok makhluk Tunneler dengan badan perak keabuan dan lengan panjang, sedang menggali tanah. Arka, seorang pemuda dengan lampu senter di tangan, terlihat takjub mengamati makhluk tersebut. Di sekitar mereka, potongan-potongan kenangan dalam bentuk samar-samar melayang, menciptakan nuansa magis dan misterius.

**Judul: Makhluk yang Membangun Terowongan Tanpa Akhir**

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *