ID Times

situs berita dan bacaan harian

Penjaga di Titik Nol Ruang-Waktu

Di tengah semesta yang tak terhingga, terdapat sebuah tempat yang tidak diketahui oleh kebanyakan makhluk hidup — sebuah titik yang dikenal sebagai Titik Nol Ruang-Waktu. Tempat itu terletak di ujung yang paling terpencil dari galaksi, di mana ruang dan waktu berpapasan, menciptakan sebuah ruang hampa yang berfungsi sebagai gerbang ke masa lalu dan masa depan. Di sinilah Rahmat, seorang Penjaga, bertugas untuk menjaga keseimbangan antara dimensi.

Rahmat adalah sosok yang kurus dengan rambut hitam legam yang selalu tertata rapi. Mata birunya bersinar cemerlang seperti bintang di langit malam. Dalam kesunyian Titik Nol, dia menjalin eksistensinya dengan tugas yang tidak pernah terbatas pada waktu. Rahmat telah menjadi penjaga selama ratusan tahun, bahkan mungkin ribuan tahun. Dia tidak merasakan pengaruh waktu seperti manusia biasa. Setiap hari, dia mengelilingi titik tersebut, memastikan semuanya tetap seimbang.

Pekerjaannya tidak mudah. Kadang-kadang, makhluk dari masa lalu atau masa depan berusaha menembus Titik Nol, melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh Cosmos. Mereka datang dengan berbagai bentuk: ada yang tampak seperti raksasa berapi, ada juga yang mirip dengan manusia namun dengan mata yang berkilau seperti permata. Rahmat harus melakukan segalanya untuk menghalau mereka agar tidak merusak tatanan alam semesta.

Pada suatu ketika, saat pergeseran waktu mengubah berbagai hal di sekitarnya, Rahmat merasakan getaran aneh. Getaran itu mulai menambah frekuensi yang membuat ruang di sekelilingnya bergetar. Dengan arahan intuisi yang sudah terasah selama bertahun-tahun, dia segera bergegas menuju pusat titik.

Setibanya di sana, dia melihat sosok yang tidak asing namun aneh. Sosok itu tampak seperti manusia biasa, dengan wajah yang mengingatkan Rahmat pada sebuah kenangan lama yang tersembunyi. Gadis itu tampak kebingungan, terjebak di antara dua dunia. Rahmat mengenali wajahnya, itu adalah Aura, sahabatnya dari ribuan tahun lalu yang hilang tanpa jejak.

“Aura!” teriak Rahmat, hatinya bergetar penuh haru. Namun, Aura tidak mendengarnya. Dia tampak terperangkap dalam lautan cahaya, seakan berjuang melawan kekuatan yang tak terlihat.

Tanpa berpikir panjang, Rahmat melangkah maju ke dalam cahaya itu. Menarik Aura keluar dari jaring-gelap yang mengikatnya. Seketika, waktu seolah berhenti. Ketika Rahmat berhasil menarik Aura ke dalam pelukannya, mereka berdua jatuh ke tanah, terkulai lemas.

“Rahmat? Apa… kamu?” Aura berbisik, dengan suara gemetar. Matanya terlihat bingung dan penuh rasa rindu.

“Ya, aku di sini,” Rahmat menjawab sambil mencoba menenangkan hatinya. Namun, pengalaman itu mengganggu pikirannya. Bagaimana bisa Aura terjebak di titik ini setelah sekian lama?

“Hanya sebentar, sebelum aku terjebak di antara ruang dan waktu,” ujar Aura, meresapi kehadiran Rahmat. “Aku melacak waktu untuk menemukanmu, tapi… aku tidak menyangka akan terjebak di sini.”

Mata Rahmat melebar. “Kau melakukan apa yang tidak seharusnya dilakukan. Jika kau terperangkap di Titik Nol, kita mungkin tidak akan bisa kembali!”

Sebagai Penjaga, Rahmat tahu betul konsekuensi dari pelanggaran waktu. Setiap kali seseorang berusaha melanggar batas-batas itu, dampaknya akan maha besar. Tapi semangat Aura membuatnya sulit untuk menolak. Dia tidak hanya kehilangan sahabatnya, tetapi juga rasa persahabatannya yang berharga.

Di balik semua itu, setiap saat, getaran aneh itu semakin kuat. Mereka berdua tersadar bahwa di dalam kegelapan itu, sesuatu sedang mengintai.

“Mungkin kita perlu mengembalikan keseimbangan ini,” saran Rahmat. “Kita harus menemukan sumber gangguan ini sebelum terlambat.”

Aura mengangguk. Dia merasakan aliran energi yang kuat tetapi tidak bisa menentukan sumbernya. Keduanya bergerak bersama, berjalan seiringan di ruang tak tentu itu, menggunakan naluri dan ikatan mereka untuk memandu jalan.

Tiba-tiba, mereka mendengar suara mengerikan, suara yang seakan terlepas dari dimensi lain. “Kau pikir kau bisa menghentikanku?!” teriak suara itu. Sosok raksasa muncul dari kegelapan: monster berkepala banyak dengan tangan yang penuh cakar. Setiap kali ia bergerak, cahaya di sekelilingnya memudar.

Rahmat merasakan getaran yang kuat ketika monster itu mengintervensi jalannya. Sampai saat itu, tidak ada yang menghalangi tugasnya. Namun, kini kehadiran Aura membangkitkan rasa takut yang terpendam dalam dirinya. Dia sadar, monster itu adalah manifestasi dari ketakutannya untuk kehilangan sahabatnya sekali lagi.

“Rahmat… kita harus melawan!” Aura berteriak, wajahnya penuh keberanian. “Kita tidak bisa membiarkannya menghancurkan segalanya!”

Dalam sekejap, Rahmat menemukan kekuatan di dalam dirinya. Ia mulai mengumpulkan energi dari dalam. Aura, ikut serta, menjalin energinya dengan Rahmat untuk menciptakan cahaya yang menyilaukan. Bersama-sama, mereka menghadapi monster itu.

Sinar cahaya melesat dari tangan mereka berdua, membentuk bentuk yang mengelilingi sosok raksasa itu. Dalam keadaan terdesak, monster itu berusaha melawan, tetapi tenaga Rahmat dan Aura lebih kuat. Bersama-sama, mereka memusatkan kekuatan cahaya, menghimpun semua keinginan dan harapan mereka untuk masa depan.

Ketika cahaya itu menyentuh monster, seketika semuanya meledak. Suara menggelegar bergema, dan kegelapan yang mengelilingi Titik Nol mulai sirna, diliputi cahaya yang tak tertandingi. Dalam kekacauan itu, monster menghilang, terhisap kembali ke dalam kegelapan dari mana ia berasal.

Setelah pertarungan itu, segala sesuatunya kembali tenang. Namun, Rahmat dan Aura terjatuh ke tanah, lelah namun bersyukur. Mereka saling memandang, kesadaran akan kehadiran satu sama lain membawa kehangatan yang mendalam.

“Terima kasih, Rahmat. Aku tidak akan melupakan ini,” ucap Aura, suaranya menggema dalam kesunyian.

“Iya, kita akan selalu bersama, tidak peduli apa pun yang terjadi,” balas Rahmat, mengingatkan dirinya pada kenangan indah mereka di masa lalu. Momen itu tercipta bukan hanya dari kemenangan, tetapi dari persahabatan dan pengorbanan.

Tetapi saat mereka bersiap untuk pulang, Rahmat merasakan sesuatu yang tidak biasa. Dalam keheningan yang baru saja mereka ciptakan, kesadaran akan waktu yang terus berjalan kembali menghantui pikirannya. Dengan berat hati, Rahmat tahu mereka harus kembali ke tempat asal sebelum dampak dari pertarungan itu terasa lebih dalam.

“Mungkin kita harus kembali sekarang,” ucap Rahmat. “Kita harus menjaga keseimbangan ini.”

Aura mengangguk, mata mereka saling bertemu. Dalam hitungan detik yang menghilang, mereka berdua melangkah ke dalam cahaya yang terbentuk di depan mereka. Ruang dan waktu bergetar, dan sekuat tenaga mereka melangkah maju, berharap bisa kembali ke perjalanan yang layak untuk mereka jalani di dunia nyata.

Ketika mereka tiba kembali di Titik Nol, semuanya terasa lebih seimbang dari sebelumnya. Rahmat kembali kepada tugasnya sebagai Penjaga, dan Aura, kini menjadi bagian dari kehadiran di dalam Titik Nol. Meskipun keterasingan mereka tidak terhindari, baik Rahmat dan Aura menyadari arti kehidupan dan persahabatan yang mereka jalani. Mereka adalah bagian penting dari keseimbangan semesta, dua jiwa yang berkelana di Titanic Ruang-Waktu.

**Deskripsi Gambar untuk Artikel:**
Gambar yang menyertai artikel ini menampilkan pemandangan indah alat control di Titik Nol Ruang-Waktu. Latar belakangnya berupa galaksi berwarna-warni dan bintang bercahaya. Di tengah gambar, terlihat sosok Rahmat dan Aura, dengan aura cahaya di sekitar mereka, menghadap sebuah monster berkepala banyak yang terbuat dari kegelapan. Sinar yang dikeluarkan dari mereka menciptakan kontras yang mencolok dengan atmosfer gelap di sekitarnya, menciptakan suasana penuh ketegangan dan harapan.

Cerita ini berusaha memperkenalkan konsep fantastis dengan sentuhan timbal balik emosional, menggambarkan pertarungan antara kebaikan dan kegelapan, dengan pengaruh kuat dari persahabatan dan pengorbanan.

**Judul: Penjaga di Titik Nol Ruang-Waktu**

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *